Bagikan:

JAKARTA - Teknologi rendah karbon dapat menjadi solusi peningkatan produksi migas Indonesia. Terutama dalam mendukung target satu juta barel minyak per hari dan 12 miliar kaki kubik gas per hari pada 2030.

Sekaligus mendukung pengurangan emisi menuju net zero emission Indonesia pada 2060. Adapun teknologi rendah karbon seperti penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization and storage (CCUS) jadi solusinya.

Hal ini harus ada sinergi dan dukungan seluruh pihak untuk mempercepat implementasi teknologi rendah karbon di sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

"Dengan demikian, sinergi dan dukungan semua pihak menjadi penting," kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengutip Antara, Jumat, 3 Februari.

Mirza menjelaskan saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih tahap studi dan persiapan dan sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030.

"Paling signifikan yaitu CCUS di Tangguh BP Berau yang telah mendapatkan persetujuan plan of development. Selain itu, juga ada pilot test huff and puff CO2 injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang masih skala sumur, namun hasilnya sangat menggembirakan,” ungkapnya.

Mirza menambahkan bahwa Kementerian ESDM juga telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait penyelenggaraan CCS/CCUS yang saat ini masih tahap harmonisasi antarkementerian.

Sementara itu, Ketua IATMI Raam Krisna mengatakan kegiatan talkshow juga menjadi salah satu bentuk sinergi tersebut.

"Kegiatan ini merupakan bukti sinergi pemerintah, asosiasi, akademisi, dan pelaku usaha dalam mendukung percepatan CCS/CCUS di Indonesia. Acara ini sebagai wadah bagi para pakar dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi bersama dan memberikan pandangan dalam upaya pengembangan potensi CCS/CCUS, termasuk terkait potensi carbon trading untuk mendukung keekonomian proyek CCS/CCUS," ungkap Raam.

Acara tersebut menghadirkan dua pembicara dari ExxonMobil dan LEMIGAS.

"Kunci dari kesuksesan proyek CCUS yaitu kolaborasi, skala, biaya, serta keamanan dan manajemen resiko. Apabila semua aspek tersebut sudah terperhitungkan dengan baik, maka program CCUS akan sukses," ujar Prasanna V Joshi dari ExxonMobil.

Sedangkan, Dadan Damayandri, dari LEMIGAS Kementerian ESDM, menerangkan LEMIGAS telah melakukan banyak studi CCUS dari 2003 termasuk dengan Japex Jepang dan PT Pertamina (Persero).

Ke depan, LEMIGAS akan melakukan studi pemetaan potensi depleted reservoir dan saline aquifer untuk CCS/CCUS hub dan clustering, serta studi pemanfaatan karbon untuk produksi metanol hidrogen biru dan mendukung Ditjen Migas Kementerian ESDM dalam merumuskan kebijakan mengenai CCS/CCUS.