Bagikan:

JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Hageng Suryo Nugroho mengatakan sumber energi hidrogen akan semakin krusial di masa depan karena menjadi komoditas penting untuk pembangkit energi, transportasi, dan sistem penerbangan.

"Di era saat ini, hidrogen tidak hanya sebagai aset energi saja, tapi juga harus dipandang sebagai komoditas ekonomi masa depan. Untuk itu, pemerintah mendorong hidrogen sebagai salah satu komoditi dengan nilai jual potensial," kata Hageng dalam Towards Hydrogen Economy: Lessons from the Netherlands yang merupakan implementasi dari Forum Kemitraan Teknologi Indonesia-Belanda (INTPF) sebagaimana keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Rabu 2 November.

Karena itu, kata Hageng, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong hidrogen menjadi salah satu sumber energi (energy carrier) yang potensial dalam percepatan transisi energi di Indonesia.

Dia mengatakan bahwa pemanfaatan dan pengembangan hidrogen sebagai sumber energi baru terbarukan merupakan salah satu strategi utama pemerintah dalam menjalankan peta jalan menuju netral karbon pada 2060.

Untuk mencapai itu, kata dia, diperlukan upaya untuk pemenuhan sumber energi baru yang memadai dan mampu menjadi efek pengganda ekonomi untuk mendukung daya saing industri, memajukan perdagangan internasional, dan menarik minat investasi.

Bahkan, menurut Hageng, hidrogen akan menjadi game changer atau pendobrak sebuah tatanan yang menggantikan sumber fosil. Hal itu karena hidrogen merupakan pembawa energi yang dapat digunakan untuk menyimpan, memindahkan, dan menyalurkan energi yang dihasilkan dari sumber lain.

Selain itu, dia menjelaskan pertimbangan pemerintah untuk mengembangkan hidrogen karena rendahnya biaya produksi di masa depan. Pada 2030, biaya produksi hidrogen hijau diperkirakan sebesar 1-2,5 dolar AS per kilogram, dan akan terus turun hingga tiga kali lipat pada 2050.

"Sehingga hidrogen sebagai bahan bakar akan semakin ekonomis dan populer di masa mendatang," kata dia.

Saat ini, kata dia, Indonesia sedang mengembangkan simulasi strategi jangka panjang menuju emisi nol bersih pada 2060 dan kontribusi sektor energi pada Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 314 juta ton CO2e.

"Untuk mewujudkan itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menekankan pentingnya terus membangun kolaborasi global untuk reduksi emisi karbon," kata Hageng.