Bagikan:

JAKARTA - Perekonomian dunia saat ini semakin tak menentu, hingga memunculkan berbagai isu terkait resesi di tahun 2023 mendatang.

Walaupun krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 sudah bisa ditangani dengan baik, namun pertumbuhan ekonomi masih diselimuti ketidakpastian.

Meski begitu, ada beberapa sektor usaha yang diperkirakan tahan banting menghadapi resesi 2023.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan ada tiga sektor usaha yang masih bisa bertahan di tengah prediksi gelapnya ekonomi di tahun 2023. Salah satunya adalah sektor kosmetik dan perawatan tubuh.

Kata Bhima, setor ini masih mampu bertahan bahkan meraup untung selama resesi adalah bisnis kosmetik atau perawatan tubuh.

Prediksi ini mengacu pada pengalaman saat pandemi COVID-19, di mana bisnis yang berkaitan dengan perawatan tubuh laris manis.

"Ada kecenderungan bahkan pada saat krisis pandemi terjadi booming skincare, saat ini tren itu masih terjadi ditambah mobilitas sudah mulai longgar. Resesi justru membuat masyarakat lebih memperhatikan penampilan tubuh," ucapnya kepada VOI, Senin, 31 Oktober.

Pendukung Informasi dan Komunikasi

Tak hanya kosmetik, kata Bhima, sektor usaha yang masih mampu bertahan di tengah resesi adalah sektor pendukung informasi dan komunikasi, seperti data center, artificial intelligence (AI), dan cloud computing.

Lebih lanjut, Bhima menjelaskan, meskipun masih ada musim winter startup, namun sektor pendukung informasi dan komunikasi cukup tahan banting menghadapi resesi.

"Meski ada winter startup tapi arah digitalisasi ke depan adalah mempercepat adaptasi perusahaan tradisional dengan dukungan sistem digital," ucapnya.

Makanan dan Minuman

Bhima mengatakan sektor yang masih mampu bertahan menghadapi resesi adalah sektor makanan dan minuman atau food and beverage (FnB).

Hal ini karena sektor tersebut berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat.

"Sektor makanan minuman atau FnB karena terkait kebutuhan dasar sehingga relatif imun terhadap resesi," ucapnya.

Meski begitu, Bhima menekankan bahwa FnB yang berbasis panganan lokal lebih bertahan dibanding dengan produk yang bahan bakunya impor.

Sebab, ketika selisih kurs atau melemahnya nilai tukar rupiah kontinu dan terlalu fluktuatif sehingga menambah beban biaya produksi.

"Tapi FnB yang basisnya adalah pangan lokal bisa lebih bertahan, dibanding makanan yang konten bahan baku impornya besar," ucapnya.