Bagikan:

JAKARTA - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengungkap bahwa pasokan kedelai untuk pengrajin tahu dan tempe dalam kondisi aman. Bahkan masih cukup hingga akhir tahun. Namun, yang menjadi masalah adalah harganya yang terbilang masih tinggi.

"Stok kedelai aman sampai akhir tahun. Jadi kalau hanya bilang tinggal 7 hari itu keliru," ujar Ketua Umum Gakoptindo Aip Syarifuddin, Senin, 31 Oktober.

Saat ini, kata Aip, perajin tahu dan tempe sedang mengalami kesulitan akibat naiknya harga kedelai. Ia menyebut, harga kedelai Rp8.500 per kilogram (kg) pada Desember 2021 lalu dan saat ini telah menjadi Rp14.000 per kg.

"Kami ini sedang kesulitan akibat harga kedelai naik terus. Kenaikannya lebih 60 persen, kenaikan tempe tahu kan nggak mungkin 60 persen," ucapnya.

Tambah Subsidi

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyarankan agar nilai subsidi kedelai ditambah dari sebelumya Rp1.000 menjadi Rp2.000 per kilogram (kg). Penambahan nilai subsidi didasari adanya lonjakan harga kedelai di Tanah Air.

Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan juga turut mengajak pemerintah daerah membantu memberikan subsidi untuk komoditas pangan impor ini yang harganya sudah mencapai Rp13.000 per kg.

Lebih lanjut, Zulhas meminta pemerintah daerah mengoptimalkan 2 persen dana transfer umum dan anggaran belanja tidak terduga (BTT) untuk penanganan dampak inflasi yang salah satunya dapat digunakan untuk subsidi harga pangan. Sehingga harga pangan di masyarakat tetap terjangkau.

"Ini saya kira kalau harga sudah terlalu tinggi begini, nanti pemerintah pusat sekarang (mensubsidi) 1.000, pemerintah daerah bisa Rp1.000 jadi Rp2.000. Jadi (harga kedelai) bisa Rp11.000-an. Kalau bisa (nilai subsidinya) naik lagi, ya nanti kita coba lihat apakah pemerintah pusat bisa (mensubsidi) Rp2.000, daerah nanti berapa," katanya kepada wartawan, Minggu, 30 Oktober.

Kata Zulhas, penambahan nilai subsidi ini diperlukan seiring dengan pelemahan nilai mata uang rupiah. Karena, pelemahan rupiah akan berdampak pada harga kedelai. Mengingat bahwa komoditas ini 99 persen merupakan produk impor.

"Kalau (disubsidi) Rp1.000 memang sudah enggak nendang ya," tuturnya.