JAKARTA - Ekonom yang juga Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan hilirisasi industri merupakan langkah Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi.
Dalam seminar dan peluncuran buku bertajuk Indonesia's Strategic Role In The G20: Expert Perspectives di Jakarta, Kamis 27 Oktober, dia menyebut hilirisasi industri akan meningkatkan ekspor produk turunan mineral Indonesia, bukan bahan baku, sehingga nilai jualnya akan lebih tinggi di pasar internasional.
Dia pun mengapresiasi upaya pelarangan ekspor bijih nikel yang telah dilakukan sejak tahun 2020 melalui penetapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019.
Menurut dia, penetapan kebijakan ini dilakukan pada momen yang tepat, dimana bersamaan dengan pembangunan smelter dan proyek hilir kendaraan listrik di Indonesia.
“Jadi dari sisi demand ada satu momentum yang mestinya kita ambil (nikel), karena kita punya dari sisi bahan bakunya,” kata Faisal, dilansir dari Antara, Jumat 28 Oktober.
Dia menjelaskan saat ini Indonesia memiliki momentum untuk memproduksi kendaraan listrik, yang bahan baku baterainya berkaitan dengan nikel.
Apabila proyek ini dikerjakan dengan serius dan tepat pada jalurnya, dia optimistis Indonesia dapat menjadi pemain utama di tingkat global.
“Kalau nikel diolah sampai kemudian industri turunannya, kita akan menjadi pemain global sangat mungkin,” kata Faisal.
BACA JUGA:
Namun, dia tidak memungkiri, ada berbagai tantangan dalam upaya hilirisasi industri ini, di mana ada potensi Indonesia mendapatkan banned dari negara-negara maju, termasuk anggota Presidensi G20.
“Pada saat yang sama, Indonesia di tuduh sebagai negara yang proteksionis. Padahal kita tahu bahwa tarif kita itu sangat rendah, dibandingkan dengan negara yang pasarnya besar lainnya,” kata Faisal.
Namun, menurut dia, hilirisasi industri adalah salah satu langkah transformasi ekonomi yang dapat memaksimalkan potensi kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki oleh Indonesia.