Bagikan:

JAKARTA – Presidensi G20 Indonesia menyatakan bahwa tinjauan kerangka kecukupan modal (Capital Adequacy Framework/CAF) adalah solusi tepat yang dapat membantu mengoptimalkan neraca Bank Pembangunan Multilateral (Multilateral Development Banks/MDB) dalam menangani tantangan global.

Demikian yang disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam sebuah konferensi yang masuk agenda G20 di Washington DC, Amerika Serikat pekan ini.

“Laporan menunjukkan bahwa pembebasan modal di neraca MDB yang dapat menyediakan pembiayaan tambahan hingga 500 miliar dolar AS tentu saja merupakan solusi yang cukup menjanjikan dalam situasi saat ini,” ujarnya seperti yang dilansir laman resmi pada Kamis, 13 Oktober.

Menkeu ingin inisiatif ini dapat terus bergulir sehingga bisa mendapat kepastian dari negara-negara anggota dalam implementasi di masa mendatang.

“Kami berharap bahwa rekomendasi-rekomendasi ini akan dibahas sebab juga akan menjadi masukan yang sangat penting bagi Presidensi G20 Indonesia, dan yang pasti ini akan dikomunikasikan dan diadopsi oleh Presidensi G20 India tahun depan,” tuturnya.

Dijelaskan oleh Menkeu jika Presidensi G20 Indonesia memprioritaskan agar tiap perwakilan negara dan kelompok dapat menyuarakan pandangannya masing-masing sehingga semangat "Pulih Bersama, Pulih Lebih Kuat" pun menjadi semakin relevan.

“Kepemimpinan kuat dan tindakan kolektif yang cepat diperlukan untuk mempertahankan tujuan pembangunan global, melindungi mata pencaharian masyarakat yang terancam dan juga mendorong pertumbuhan ekonomi global yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif,” katanya.

Melalui cara ini, sambung Menkeu, MDB memainkan peran penting dalam upaya tersebut, tidak hanya melalui pembiayaan yang lebih banyak tetapi juga untuk mendorong partisipasi sektor swasta dalam pembangunan.

“Sepanjang tahun 2022, dunia tengah mengalami peningkatan volatilitas pasar yang membawa ancaman besar terhadap stabilitas pasar keuangan dan kesinambungan fiskal. Risiko-risiko ini sangat berpengaruh terhadap negara-negara yang termasuk Emerging and Developing Economies (EMDEs), imbuh dia.

Adapun, tekanan kepada anggaran negara telah meningkat secara substansial di sebagian besar EMDE dalam beberapa tahun terakhir untuk menghadapi pandemi COVID-19, melindungi kehidupan dan penghidupan kelompok masyarakat yang rentan, dan memberikan dukungan untuk pemulihan ekonomi.

“Akibatnya, negara yang memiliki nilai utang yang sudah tinggi akan menghadapi tekanan anggaran yang semakin meningkat dengan melonjaknya cost of fund seiring dengan meningkatnya arus keluar modal dan depresiasi mata uang lokal,” ucapnya.

Untuk diketahui, prospek ekonomi dunia yang suram dan risiko yang meningkat telah dikonfirmasi oleh World Economic Outlook dari IMF dengan sepertiga dari ekonomi global diproyeksikan untuk terkontraksi baik tahun ini atau tahun depan.

“Ketergantungan negara-negara ini pada dukungan MDB menjadi semakin penting terutama karena ketidakpastian dan volatilitas global terus berlanjut. Oleh karena itu, kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya MDB semakin mendesak,” tutup Menkeu Sri Mulyani.