Bagikan:

JAKARTA - Hasil survei Kementerian Perhubungan yang menyebutkan ojek online (ojol) telah menjadi satu sumber pekerjaan utama yang menjadi tumpuan banyak orang di masa pandemi, dinilai bukan fenomena yang mengejutkan.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan sektor transportasi, khususnya ojol saat ini memang menjadi salah satu pekerjaan yang banyak ditekuni oleh masyarakat di Indonesia.

"Hal itu dapat dilihat dari jumlah ojol di Indonesia yang sangat besar, lebih dari 4 juta mitra driver," kata Nailul dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Kamis 13 Oktober.

Hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang dirilis Oktober 2022, menunjukkan hampir 60 persen pengemudi ojek online bergabung menjadi pengemudi di masa pandemi atau dalam dua tahun terakhir. Survei bertajuk Persepsi Masyarakat Terhadap Penyesuaian Jasa Angkutan Ojek Online itu menyebut 54 persen responden pengemudi ojol menjadikan status driver ojol sebagai pekerjaan utama.

Seperti diketahui, ojol sudah menjadi moda transportasi konsumen dari rumah menuju ke pusat-pusat aktivitas seperti kantor, pusat perbelanjaan, dan sekolah. Moda transportasi ini dianggap lebih praktis dan lebih cepat dibandingkan angkutan umum lainnya.

Dari hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 37,29 persen responden pengguna ojol menyatakan menggunakan ojol dikarenakan lebih praktis, dan 32 persen responden lainnya menyatakan menggunakan ojol karena lebih cepat. Sedangkan responden sisanya menyatakan menggunakan ojol dikarenakan lokasi asal atau yang dituju belum dilalui kendaraan umum, dan alasan lainnya.

Huda mengatakan sebagian besar masyarakat memilih pekerjaan sebagai driver ojol dikarenakan dari sisi waktu, pekerjaan ini sangat fleksibel. Para mitra driver bisa menentukan waktu bekerja dan target pendapatan sendiri. Akan tetapi masa pandemi semakin mendorong para driver ojol untuk lebih aktif dan lebih lama beroperasi untuk menjaga tingkat pendapatannya yang harus tergerus oleh dampak pandemi.

"Kenyataannya banyak dari driver yang bekerja antara 8-12 jam. Jika durasi bekerja sudah selama itu, maka bisa disebut mitra driver sudah menjadikan ojol sebagai pekerjaan utama," kata Huda.

Menurutnya, jika mayoritas yang disurvei oleh Kemenhub adalah yang telah bergabung menjadi pengemudi ojol sebelum pandemi, tentu jumlah driver yang menyatakan telah menjadikan driver ojol sebagai pekerjaan utama tentu persentasenya akan lebih besar lagi.

"Dari survei kami di tahun 2019, atau sebelum pandemi, sebagian besar responden sudah menjadikan driver ojol sebagai pekerjaan utama, apalagi sekarang," ungkap Huda.

Ia mengatakan sektor ojol ini memang mampu menyerap tenaga kerja yang tidak terbatas. Bahkan ketika pandemi Covid-19 melanda dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), industri ojol mampu menyerap tenaga kerja dengan menawarkan kesempatan menjadi mitra driver.

"Saat pandemi, para mitra driver ini masih bisa memiliki pendapatan terutama pada jasa layanan antarmakanan. Ini menjadi berkah tersendiri bagi para mitra driver di saat banyak perusahaan melakukan PHK," sebut Huda.

Industri ride-hailing ini, lanjut Huda, juga memberikan dampak luas bagi masyarakat dan menjadi bantalan saat suasana ekonomi mulai sulit. Tidak hanya mitra driver yang bisa mendapatkan akses tetapi seluruh ekosistem yang ada di dalamnya juga menerima manfaat dari hadirnya industri ini. Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terutama di bidang makanan maupun barang lain yang dijual melalui e-commerce juga terbantu dengan hadirnya industri ride-hailing, katanya.