Hubungan Kerja Ojek Online Tak Diatur dalam Undang-Undang, THR Melayang?
Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di Jalan Raya Margonda, Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (20/3/2024). (Antara/Yulius Satria Wijaya/foc)

Bagikan:

JAKARTA – Imbauan pemerintah agar perusahaan aplikasi memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerjanya menjadi polemik. Namun, ojol dinilai tidak terikat dalam hubungan kerja yang diatur undang-undang. Akankah THR bagi ojol kembali jadi isapan jempol?

Kabar ini muncul menyusul surat edaran yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait pembayaran THR untuk para pekerja. Terkait penerima THR, Kemnaker mengimbau agar perusahaan transportasi online seperti Gojek dan Grab turut memberikan tunjangan kepada driver ojol.

"Ojol kami imbau dibayarkan (THR). Meski kerja kemitraan tapi masuk PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), jadi ikut dalam coverage SE THR," kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri dalam konferensi pers tentang pembayaran THR keagamaan di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan.

Sejauh ini, di Indonesia terdapat dua layanan transportasi online yang mendominasi, yaitu Gojek dan Grab. Keduanya sudah angkat bicara terkait imbauan pemerintah.

Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri (kiri) dan Menaker Ida Fauziyah (tengah) dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta, Senin (18/3/2024). (Antara/Prisca Triferna)

Dari Gojek, yang diwakili SVP Corporate Affairs Rubi W. Purnomo, menegaskan bahwa hubungan perusahaan aplikasi dan driver ojol adalah kemitraan. Dengan demikian, driver ojol tidak termasuk dalam bentuk hubungan kerja seperti PKWT dan PKWTT.

Sementara Chief of Public Affair Grab Indonesia Tirza R Munusamy mengatakan pihaknya memilih memberikan insentif khusus untuk para mitra driver ojol.

"Dalam semangat kekeluargaan di bulan yang baik ini, Grab menyediakan insentif khusus hari raya Idulfitri yang akan diberikan kepada para mitra di hari pertama dan kedua Lebaran," ujar Tirza dalam keterangan resmi, Rabu (20/3).

Sifatnya Tidak Wajib

Berdasarkan Permenaker No.6 tahun 2016 pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. Pekerja atau buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Namun Masykur Isnan mengatakan, dalam undang-undang ketenagakerjaan hubungan kerja yang diatur adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan tidak tetap dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau dikenal dengan pegawai tetap. Sementara driver ojol tidak termasuk dalam keduanya karena sifatnya kemitraan.

Dengan demikian, pernyataan yang dilontarkan Kemnaker sifatnya tidak wajib dan tidak terikat pada sanksi.

THR bagi para driver taksi dan ojek online dinilai hanya bersifat imbauan, sehingga tidak ada kewajiban bagi perusahaan aplikasi memberi THR kepada mitranya. (Antara)

“Konteks dari Kemnaker itu tidak mandatory atau tidak wajib, melainkan hanya imbauan kepada para aplikasi ojol untuk memberikan THR kepada mitranya,” kata Managing Partner Masykur Isnan&Partner Lawfirm kepada VOI.

“Secara regulasi kalau kita lihat normatifnya, kemitraan ini bukan hubungan kerja yang diatur UU Ketenagakerjaan. Karena hubungan kerja hanya dua, yaitu PKWT dan PKWTT,” lanjut Isnan.

Isnan menambahkan, THR diberikan hanya kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja sesuai undang-undang. Dengan demikian, orang yang di luar hubungan kerja tidak wajib diberikan THR karena memang tidak terikat. Perihal ojol, menurut Isnan, sebagaimana diketahui bersama tidak memiliki perjanjian kerja seperti dalam undang-undang, melainkan kemitraan.

Posisi Tawar Ojol Tidak Seimbang

Meski dinilai tidak memiliki hak atas THR, Isnan menilai keberadaan driver ojol perlu mendapat perhatian. Ia menilai posisi tawar ojol tidak seimbang dengan perusahaan aplikasi, seperti contohnya dalam hal bonus atau potongan tarif driver. Untuk itu, ia berharap negara hadir sebagai penengah antara ojol dan Perusahaan aplikasi.

Tapi Isnan menuturkan tetap perlu ada objektivitas yang dijaga, sehingga ada manfaat yang equal, proporsional, dan adil, antara driver ojek daring dan perusahaan aplikasi melalui kebijakan dari pemerintah. 

“Tidak ada posisi tawar yang equal antara ojol dan perusahaan aplikasi. Sehingga seringkali pihak ojol hanya menerima kebijakan yang diatur secara sepihak oleh aplikasi, misalnya soal bonus tadi,” kata Isnan lagi.

“Ini perlu menjadi perhatian. Di satu sisi negara perlu hadir untuk membeerikan aspek keadilan tersebut, meskipun ranahnya hukum privat di antara kesepakatan yang dibuat,” ia menambahkan.