JAKARTA – Psoriasis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan autoimun. Ketidaktahuan publik soal penyakit ini membuat penderitanya mendapat citra negatif dan berdampak pada psikologis.
Penyakit autoimun sudah cukup sering terdengar di masyarakat, namun masih banyak orang yang memahami apa penyakit autoimun itu. Penyakit autoimun ternyata sangat beragam dan memiliki gejala serta penyebab yang berbeda-beda.
Mengutip AI Care, autoimun adalah kondisi di mana sistem imun tubuh berbalik menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Sementara Healthline menjelaskan, pada kondisi normal sistem tubuh akan menyerang virus dan bakteri yang menyebabkan infeksi dalam tubuh.
Tapi pada pengidap autoimun, sel imun tubuh salah mengenali sel tubuh sebagai ancaman, sehingga sel imun tubuh mengeluarkan autoantibodi yang dapat menyerang sel sehat.
Sampai sekarang tidak diketahui secara pasti apa penyebab autoimun, meski sejumlah kalangan menilai ini dipengaruhi faktor genetik.
“Penyebab autoimun masih tidak diketahui secara pasti, tapi beberapa faktor seperti faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi,” kata dokter Sean Edbert Lim dari AI Care kepada VOI.
“Sebagian besar penyakit autoimun juga belum dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol untuk mencegah munculny flare-up atau kumat,” imbuhnya.
Psoriasis Tidak Menular
Setelah berhasil keluar dari masa sulit menghadapi penyakit menular COVID-19 selama tiga tahun terakhir, dunia medis kini mengalihkan perhatian pada penyakit tidak menular, salah satunya yang berkaitan dengan autoimun.
Setidaknya, ada sekitar 80 jenis penyakit autoimun dan dapat menyerang semua anggota tubuh seperti saraf, jantung, paru-paru, dan saluran pencernaan juga pembuluh darah. Ada juga psoriasis, salah satu penyakit yang banyak menyerang penderita autoimun.
Penyakit psoriasis ini adalah salah satu jenis autoimun yang menyerang kulit.
Pada kondisi normal, kulit mati manusia akan lepas dan beregenerasi menjadi kulit baru setiap 28 hari. Namun pada penderita psoriasis imun tubuh menganggap kulit sebagai benda asing sehingga pelepasan kulit mati terjadi setiap hari dan menyebabkan penebalan.
“Penyakit ini kemudian menyebab kulit menjadi kemerahan, tebal dan bersisik. Psoriasis yang berat juga dapat memengaruhi bagian tubuh lain seperti persendian, namun lebih jarang dibandingkan manifestasinya di kulit,” demikian dikutip AI Care.
Ada beberapa jenis psoriasis, di antaranya psoriasis plak atau vulgaris yang paling umum ditemukan. Ciri-ciri jenis itu adalah kulit menebal, ruam merah dan bersisik, dengan sensasi panas dan gatal. Selain itu, ada juga jenis lain, yaitu psoriasis gutata, dengan ciri bintik kecil berwarna merah serta psoriasis pustular, yakni kulit ruam merah dan berisi nanah.
Anak-anak sampai lansia bisa terkena psoriasis dan penyakit ini juga tidak bergantung pada jenis kelamin. Artinya, baik perempuan maupun laki-laki bisa terkena psoriasis. Selain itu, psoriasis juga tidak diakibatkan oleh virus dan bakteri serta sama sekali tidak menular.
Pentingnya Dukungan Moril
Hingga kini tidak diketahui apa yang menjadi penyebab psoriasis, namun disebutkan bahwa faktor genetik dan keturunan memainkan peran penting dalam mengembangkan psoriasis. Sebanyak 60-90 persen pasien psoriasis disebabkan faktor genetik dan anak yang lahir dari salah satu orangtua penderita psoriasis, ia berisiko terkena 10 persen. Sementara jika penderita psoriasis adalah kedua, maka risikonya naik menjadi 50 persen.
Disitat Antara, Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Grace NS Wardhana, Sp.KK mengatakan prevalensi angka penderita psoriasis cukup kecil. Terdapat sekitar 60 juta orang penderita psoriasis atau hanya 0,75 persen penderita di seluruh dunia. Di Indonesia pun sama, di mana penderita psoriasis tidak sampai satu persen. Tapi di Norwegia, tercatat penderita psoriasis cukup tinggi yaitu 11 persen dalam 10 tahun terakhir.
Penderita psoriasis tidak hanya menyalami sakit secara fisik, tapi juga berpotensi menyerang kondisi psikologis penderitanya karena stigma negatif masyarakat secara umum. Kondisi kulit yang berbeda dibanding yang lain, para penyintas psoriasis sering dianggap sebelah mata oleh orang-orang di sekitarnya.
“Karena penampilan fisik orang yang menderita psoriasis kurang enak dilihat dan mungkin menakutkan, sehingga banyak dari masyarakat yang menghindari. Selain itu, masih banyak yang salah kaprah mengira bahwa psoriasis adalah penyakit menular,” tutur Sean Edbert Lim lagi.
Chiara Lionel Salim merupakan salah satu penyintas psoriasis, sakit yang ia derita sejak usianya sembilan. Ia pertama kali mengetahui penyakit ini setelah lukanya akibat jatuh dari sepeda tidak kunjung sembuh dan malah menyebar ke bagian kaki lainnya.
Perjuangan Chiara menghadapi psoriasis selama belasan tahun mendorongnya mendirikan kanal dan komunitas daring Psoriasis Indonesia, yang sampai sekarang memiliki sekitar 18 ribu anggota. Tujuan utama komunitas ini adalah untuk saling memberikan dukungan kepada pengidap psoriasis lainnya.
BACA JUGA:
Chiara tahu betul bagaimana sewaktu kecil ia dianggap berbeda lantaran penyakit psoriasis yang dideritanya. Walau sempat merasa terpuruk, dukungan orangtua dan keluarga membantunya menerima keadaan dan mencintai diri sendiri.
Stigma negatif masyarakat membuat pengidap psoriasis rentan stres, padahal stres hanya dapat memperburuk keadaan. Penanganan psikologis Dokter spesialis kesehatan jiwa dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli, Bali Made Wedastra menilai stigma negatif psoriasis memberikan pengaruh kepada psikologis penderita salah satunya berpotensi mengalami depresi.
Untuk itu, edukasi memiliki peranan penting untuk mengubah stigma negatif menjadi berdampak positif, tak hanya kepada kondisi psikis penyintas psoriasis tapi juga keluarga dan lingkungan sekitar, sehingga bisa saling menguatkan dan bersama menghadapinya.