JAKARTA – Rencana cuti ayah untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) mendapat respons beragam. Di satu sisi, cuti ayah diyakini memiliki beragam manfaat, tapi di sisi lain wacana ini sempat ditentang pengusaha.
Pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU No.20 Tahun 2023 tentang ASN. Salah satu poin yang akan diatur adalah hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan.
“Pemerintah akan memberikan hak cuti kepada suami yang istrinya melahirkan atau keguguran. Cuti mendampingi istri yang melahirkan itu menjadi hak ASN pria yang diatur dan dijamin oleh negara,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, dikutip Antara.
Sebelumnya, cuti bagi ASN pria yang istrinya melahirkan tidak diatur secara khusus, tidak seperti cuti melahirkan bagi ASN perempuan. Menurut Anas, hak cuti ayah merupakan aspirasi banyak pihak dan saat ini pemerintah tengah meminta masukan dari stakeholder terkait.
Masuk Program Anies Baswedan
Cuti ayah sebenarnya sudah menjadi pembahasan sejak lama. Sebelumnya pada 2022, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu dan Anak (RUU KIA) sebagai RUU Inisiatif DPR. Dalam RUU KIA ini, salah satu poin yang didorong DPR adalah cuti melahirkan bagi ibu pekerja selama enam bulan.
DPR juga menginisiasi cuti ayah selama 40 hari untuk mendampingi istrinya yang baru saja melahirkan. Selain itu, suami juga mendapat kesempatan cuti selama sepekan untuk keadaan darurat seperti ketika istri keguguran.
Cuti ayah juga menjadi salah satu program unggulan pasangan calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Hal tersebut disampaikan Anies saat hadir dalam kampanye Desak Anies di Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).
"Nah cuti melahirkan untuk para suami itu biasanya hanya dua hari, di berbagai tempat, kami ingin mengubah itu 40 hari bagi suami," katanya.
Wacana terkait cuti ayah ini yang kembali menjadi perbincangan pernah mendapat penolakan dari sejumlah kalangan industri, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Saat RUU KIA digodok DPR dua tahun lalu dan menjadi perhatian masyarakat, APINDO secara resm mengajukan surat tanggapan terkait bertambahnya hak cuti bagi perempuan hamil dan melahirkan, serta wacana cuti ayah selama 40 hari.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi keberatan APINDO atas RUU KIA, salah satunya mengecilnya kesempatan kerja bagi perempuan.
"Data BPS tahun 2021 menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan sebesar 53,34 persen adalah masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan TPAK laki laki sebesar 82,27 persen,” tulis APINDO dalam suratnya.
“Dengan penambahan waktu istirahat melahirkan menjadi enam bulan dan kesempatan suami menampingi istrinya sampai 40 (empat puluh) hari dikhawatirkan akan kontra produktif terhadap upaya perluasan kesempatan kerja perempuan."
Tidak hanya soal cuti ayah selama 40 hari, hak cuti melahirkan kepada istri selama enam bulan yang diatur dalam RUU KIA juga disebut akan memberatkan pengusaha. Menurut APINDO pengusaha perlu mengeluarkan uang lebih karena di saat tetap memberikan gaji karyawan perempuan yang cuti, perusahaan juga perlu mengeluarkan uang tambahan untuk meng-hire tenaga kerja lain yang mengisi kekosongan. Hal ini dikhawatirkan justru akan memengaruhi tingkat partisipasi perempuan di dunia usaha.
Merekatkan Ikatan Ayah dan Anak
Kembali pada rencana pemerintah memberikan hak cuti ayah bagi para ASN. Meski menuai kontroversi, di satu sisi cuti ayah untuk menemani istri melahirkan memiliki segudang manfaat.
Psikolog anak, remaja, dan keluarga Sani Budiantini menyambut baik rencana pemerintah memberikan hak cuti ayah bagi para ASN. Menurut Sani, cuti ayah memberikan dampak positif, tidak hanya kepada istri tetapi juga kepada anak yan baru dilahirkan.
Sani meyakini pria yang mendampingi proses melahirkan istri dan ikut serta dalam merawat bayi yang baru lahir akan tercipta perasaan lebih bertanggung jawab dan menjalin bonding atau ikatan yang erat di sebuah keluarga.
“Pendampingan suami saat istri sangat penting, karena saat critical time datang biasanya istri mencari orang yang dipercaya, yang bisa support secara mental, dan ini biasanya didapat di pasangan, baru orangtua,” kata Sani kepada VOI.
“Jadi, ide dari pemerintah sangat bagus. Dengan suami berperan sejak awal mendampingi melahirkan, melihat proses melahirkan itu bagaimana, maka akan timbul rasa menghargai, tanggung jawab, dan komitmen. Selain itu, hubungan ayah dan anak juga lebih erat karena dibangun sejak awal,” imbuhnya.
Menurut sejumlah penelitian, paternity leave atau yang dikenal dengan cuti ayah memang memiliki sejumlah manfaat bagi keluarga. Mengutip Mc Kinsey terdapat setidaknya lima manfaat cuti ayah. Mulai dari memperkuat hubungan suami istri, mendistribusian tanggung jawab yang setara, mendapatkan ikatan dengan anak, membantu karier pasangan dan keuangan keluarga, dan terakhir pria akan merasa lebih bugar dan produktif seusai menjalani cuti ayah.
“Pria yang menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka melaporkan peningkatan kebahagiaan dan kepuasan yang mungkin juga terjadi di tempat kerja,” tulis Mc Kinsey.
Dalam sebuah penelitian pada 2018, 60 persen laki-laki menggambarkan jam pengasuhan anak sebagai sesuatu yang sangat berarti. Studi ini juga menemukan bahwa banyak ayah mengaku menjadi lebih produktif, berenergi, dan termotivasi untuk tetap bekerja di perusahaan mereka setelah mengambil cuti ayah.
Ayah memiliki peran penting dalam pengasuhan anak dan memberikan dukungan kepada istri yang baru melahirkan. Meski dinilai kontroversial bagi sebagian kalangan, gagasan cuti ayah untuk ASN layak diapresiasi. Tinggal bagaimana penerapannya, karena sampa saat ini berapa lama cutinya masih dibahas.
BACA JUGA:
Anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), Eva Kusuma Sundari yakin cuti ayah akan berdampak positif bagi kesejahteraan keluarga. Terkait lama waktu cuti, menurut Eva dapat menyesuaikan dengan fleksibilitas keluarga.
“Kalau ada orang tua dan keluarga mungkin tidak harus sampai 6 bulan, kemudian yang lahirnya sehat mungkin sudah cukup 15 hari,” ujarnya.