Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV mampu tembus di atas 5 persen year on year (yoy).

Menurut ekonom senior dan Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah Redjalam, hal tersebut rasional.

Namun, lanjutnya, sikap optimistis itu juga harus dilandaskan pada indikator dan ukuran yang reliabel.

"Jadi, apa yang disampaikan Pak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bukan sebuah bualan. Pemerintah memang harus selalu optimistis, tetapi terukur," ucap Piter kepada wartawan, Selasa, 11 Oktober.

Menurut dia, kondisi Indonesia masih cukup baik dan diyakini mampu bertahan menghadapi resesi global.

Pasalnya, Indonesia berbeda dengan negara-negara yang terlalu bertumpu kepada ekspor.

"Perekonomian Indonesia lebih bertumpu kepada konsumsi domestik yang diperkirakan akan membaik seiring meredanya pandemi. Selain itu di sisi ekspor juga masih akan terbantu dengan tingginya harga komoditas," katanya.

Meski begitu, Piter mengakui resesi global tentu akan menahan atau bahkan menurunkan harga komoditas.

Namun, kata dia, hal tersebut tidak membuat harga komoditas jatuh.

Harga komoditas akan tetap cukup tinggi dan menguntungkan Indonesia yang mengandalkan komoditas.

Dengan kondisi ini, kata Piter, ketika terdampak resesi global pun, Indonesia diperkirakan masih bisa bertahan meski pertumbuhan ekonomi akan melambat.

"Kalaupun Indonesia terdampak oleh resesi global, diperkirakan hanya membuat pertumbuhan ekonomi kita melambat tidak bisa mencapai target di atas 5 persen. Itu skenario buruknya. Skenario terbaiknya kita masih bisa tumbuh di atas 5 persen," tuturnya.

Optimisme Konsumen

Wakil Direktur Indef Eko Listianto mengatakan, masyarakat masih optimistis di tengah kenaikan harga BBM dan keadaan perekonomian dunia.

Hal ini tercermin dari perilaku konsumsi masyarakat Indonesia, apalagi jelang akhir tahun.

"Kalau melihat ini dibilang optimis, sebetulnya menurut saya cukup rasional, obyektif, kenapa, karena pasti konsumen ini membandingkan dengan situasi beberapa bulan lalu, apalagi saat masih ada pembatasan. Sekarang boleh dibilang memasuki endemi, ada optimisme bahwa bisa bergerak, berusaha lagi," katanya.

Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga.

Hal tersebut terindikasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2022 sebesar 117,2, atau tetap berada pada level optimis (indeks lebih dari 100), meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 124,7.

Eko mengatakan, kalangan menengah yang terdampak dengan kenaikan harga BBM mulai beradaptasi.

Menurut Eko, konsumsi masyarakat masih tetap tinggi ditengah kenaikan harga akibat penyesuaian harga BBM.

"Ini sebagian besar, masyarakat menengah yang terdampak kenaikan harga BBM, namun mereka masih punya tabungan, kondisi ini comparing saat corona banyak pembatasan," kata Eko.

Apalagi, kata Eko, sebentar lagi jelang akhir tahun, akan ada perayaan keagamaan yakni Natal dan Tahun Baru 2023.

Setelah dua tahun, kali ini Natal akan lebih meriah, dan masyarakat mulai liburan.

Pergerakan masyarakat akan tercermin dalam bentuk ekonomi.

"Itu akan ter representasi dari tingkat konsumsi, meski diikuti peningkatan harga," ujarnya.

Dengan adanya moment Nataru ini, kata Eko, inflasi diperkirakan akan berada di kisaran 6 persen dengan pertumbuhan ekonomi di 5 persen. Artinya, pertumbuhan ekonomi tetap kuat karena sokongan ekonomi domenstik.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV mampu tembus 5,2 persen yoy.

Optimisme ini didukung oleh indikator dini yang terus menguat. Namun, proyeksi itu lebih rendah dibandingkan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang mencapai 5,44 persen YoY.

"Pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal di atas 5 persen dan kuartal III dan IV akan sekitar 5,2 persen yang masih bisa dicapai. Konsumsi rumah tangga masih menguat, serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan laju industri pengolahan yang menguat," ungkap Ketum Golkar itu.

Sementara itu, data sektor rill hingga kuartal III tercatat perbaikan mulai dari neraca perdagangan Agustus tercatat surplus 5,76 miliar dolar AS lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 4,22 miliar dolar AS.

Kemudian, indeks keyakinan konsumen (IKK) tercatat masih berada di atas 100 atau 117,2 pada September. Serta, posisi cadangan devisa 130,8 miliar dolar AS.

"Indikator ini membuktikan tingkat resiliensi Indonesia relatif tinggi. Memang kami lihat beberapa negara memiliki return yang tinggi, disertai tingkat suku bunga hingga saham," ungkapnya.