Bagikan:

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pemberlakuan pungutan pajak fintech dan kripto cukup membantu dalam menyokong penerimaan negara.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pajak fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di Juni 2022 telah berhasil menghimpun pemasukan Rp74,4 miliar di dalam negeri dan Rp32,8 miliar dari luar negeri.

Sementara untuk pajak kripto yang juga mulai berlaku di periode yang sama terkumpul sebesar Rp60,7 miliar di dalam negeri dan PPN oleh nonbendahara sebesar Rp65,9 miliar.

“Pajak fintech dan pajak kripto merupakan bagian dari dilaksanakannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bagian dari reformasi regulasi pemerintah,” ujarnya dalam keterangan tertulis dikutip Kamis, 6 Oktober.

Suryo menjelaskan, hingga Agustus 2022 penerimaan pajak secara keseluruhan tumbuh 58 persen year on year (yoy) menjadi Rp1.171 triliun.

Angka ini terdiri dari Rp661,5 triliun PPh nonmigas, Rp441,6 triliun PPN dan PpnBM, Rp55,4 triliun PPh migas, dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya.

Sementara itu, seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4 persen, PPh 22 impor tumbuh 149,2 persen, PPh orang pribadi 11,2 persen, PPh Badan tumbuh 131,5 persen, PPh 26 tumbuh 17,2 persen, PPh Final tumbuh 77,1 persen, PPN dalam negeri tumbuh 41,2 persen, dan PPN impor tumbuh 48,9 persen.

Terakhir, dari dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022 terdapat penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, dan Rp7,28 triliun pada Agustus 2022.

“Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada periode Januari-Agustus ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021 akibat pemberian insentif fiskal, dan adanya dampak implementasi Undang-Undang HPP,” tutup Suryo.