RI dan Afrika Selatan Sepakat Perkuat Kerja Sama Industri Ramah Lingkungan
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) ketika bertemu Menteri Perdagangan Afrika Selatan (Foto: Dok. Kemenko Perekonomian)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah Indonesia diketahui memperkuat hubungan kerja sama dengan Afrika Selatan terkait dengan pengembangan industri ramah lingkungan.

Komitmen tersebut tampak saat Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu Menteri Perdagangan dan Perindustrian Afrika Selatan Ebrahim Patel di Bali pekan ini.

Menurut Airlangga, sektor manufaktur Indonesia terus didorong menuju emisi rendah karbon melalui serangkaian upaya transisi energi.

Strategi tersebut dianggap bermanfaat dalam hal mencapai ketahanan iklim yang mendukung lingkungan hidup dan penciptaan lapangan pekerjaan.

“Afrika Selatan sendiri memiliki kerja sama Just Energy Transition Partnership dengan Prancis, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Pengalaman tersebut dapat dipelajari dan best practice bagi Indonesia dalam menemukan model yang sesuai untuk menangani isu perubahan iklim di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Jumat, 23 September.

Airlangga menambahkan, kedua negara sepakat membahas berbagai aspek yang potensial secara ekonomi, termasuk sektor mineral dan batu baru (minerba) serta langkah melepas ketergantungan pada fossil fuel.

“Teknologi seperti Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) termasuk mekanisme pendanaannya perlu didorong dan memberikan dampak signifikan bagi kedua negara,” tutur dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ebrahim Patel menyampaikan Afrika Selatan ingin Indonesia menjadi bagian penting dalam mendukung penciptaan industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Pertemuan ini dalam rangka menjajaki peluang yang dapat dikerjasamakan secara konkret antara kedua negara, khususnya di bidang-bidang yang menjadi perhatian dan potensi bersama,” ucap Ebrahim.

Sebagai informasi, nilai perdagangan Indonesia-Afrika Selatan pada 2021 tercatat sebesar 2,06 miliar dolar AS.

Angka tersebut melesat jika dibandingkan pada periode 2020 yang sebesar 1,2 miliar dolar AS.

Lebih lanjut,dua negara G20 ini tercatat berpengalaman dalam industri tambang dan pengolahan raw materials seperti bauxite, copper, dan aluminium, sehingga dinilai perlu dijajaki platform kerjasama yang tepat bagi bidang tersebut.

Selain membahas kerja sama energi dan pertambangan, juga disinggung potensi kerja sama halal dan industri otomotif beserta komponennya.

Kemudian, kedua pihak sepakat untuk berbagai pengalaman dan menciptakan peluang kerja sama serta melanjutkan komunikasi secara reguler.

Dilakukan juga work with local industry agar tercipta nilai investasi yang seimbang.