Setelah China dan Korsel, Antam Jajaki Kerja Sama dengan Perusahaan Global Bangun Pabrik Nikel untuk Bahan Utama Kendaraan Listrik
Foto: Dok. Antara

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Aneka Tambang atau Antam Nico Kanter mengungkapkan jika saat ini pihaknya tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah perusahaan global untuk membangun pabrik nikel kelas satu sebagai bahan utama baterai kendaraan listrik.

Dalam pemaparannya, Nico mengatakan, nikel memiliki dua jenis, yaitu nikel kelas satu yang dimanfaatkan untuk baterai kendaraan listrik dan nikel kelas dua yang digunakan untuk produk stainless steel.

Menurutnya, pabrik-pabrik di Indonesia termasuk yang ada di Sulawesi Tenggara selama ini hanya mengolah nikel kelas dua menjadi nickel pig iron atau feronikel yang kemudian diturunkan menjadi stainless steel.

Sementara itu, nikel kelas satu adalah nikel yang diproduksikan menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) berupa bahan-bahan yang digunakan untuk menjadi prekursor atau katoda yang akhirnya menjadi baterai kendaraan listrik.

"Jadi nikel kelas satu ini memang belum ada pabriknya di Indonesia, tapi kami sudah menandatangani beberapa perjanjian kerja sama untuk bangun smelter prekursor dan juga baterai," ujar Nico dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin 12 September.

Ia menambahkan, saat ini Antam dan IBC yang sama-sama berada di bawah naungan Inalum telah menandatangani framework agreement yang akan menjadi dasar perjanjian yang tidak hanya membangun smelter melainkan juga katoda, prekursor, baterai dan recycling baterai.

Pada Maret sebelumnya, Antam bersama Indonesia Battery Corporation (IBC) telah menandatangani dua perjanjian awal dengan perusahaan Ningbo Contemporary Brunp Lygen (CBL) asal China dan LG Corporations asal Korea Selatan.

Kedua perusahaan asing itu adalah konsorsium yang mengikutsertakan tidak hanya ahli membangun pabrik, tetapi juga katoda dan baterai kendaraan listrik.

Dalam konsorsium itu, posisi Antam berada di sektor hulu lantaran memiliki ekuitas terbesar dan sumber daya alam berupa nikel. Antam akan menandatangani kontrak usaha patungan atau joint venture agreement (JVA) dengan CBL.

"Kami sebagai pemilik resource tentunya memiliki ekuitas terbesar. Jadi, nanti di dalam JVA, kami memiliki 51 persen dan CBL ataupun LG akan memiliki 49 persen," jelas Nico.

Kemudian, setelah hulu akan masuk ke pembangunan smelter untuk menghasilkan produk turunan yang akan diolah menjadi katoda dan prekursor.Di dalam kontrak usaha patungan smelter itu, komposisi kepemilikan Antam dan IBC hanya 40 persen dan sisanya 60 persen dimiliki oleh CBL maupun LG.

CBL membangun pabriknya di wilayah Halmahera Timur, Maluku Utara, begitu juga dengan LG hanya daerah saja yang berbeda. Adapun pabrik turunan berikutnya mereka canangkan di Batang, Jawa Tengah.

"Kami akan masuk ke dalam industri baterai kendaraan listrik, jadi tidak lagi hanya di stainless steel untuk turunan terakhirnya," pungkasnya.