JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan International Energy Agency (IEA) merumuskan peta jalan (roadmap) Net Zero Emission sektor energi Indonesia di tahun 2060. Kerja sama ini merupakan perwujudan komitmen Indonesia sebagai bagian dari komunitas global dalam aksi mitigasi perubahan iklim.
"Apresiasi tinggi saya kepada IEA atas hasil kolaborasi dalam pembuatan trajectory aksi mitigasi yang tepat tidak hanya di sektor listrik, tetapi juga di sektor permintaan," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangan resmi, Sabtu 3 September.
Hasil pemodelan Indonesia dan IEA, sambung Arifin, kedua belah pihak telah berhasil mengidentifikasi beberapa aksi mitigasi, diantaranya pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada solar, hidro dan panas bumi, penghentian bertahap (phase down) Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU), penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas dan Carbon, Capture, Utilization, adn Storage (CCS/CCUS), konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan bangunan serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.
Di samping itu, pemerintah menegaskan bahwa tambahan pembangkit listrik setelah tahun 2030 hanya berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT).
"Mulai tahun 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE), sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada tahun 2049," jelasnya.
BACA JUGA:
Menurut Arifin, teknologi dan inovasi adalah tantangan bersama dalam mewujudkan energi bersih yang lebih mudah diakses dan terjangkau.
"Kerja sama dan solusi teknologi sangat penting untuk mendekarbonisasi sektor dan industri listrik. Kita perlu memprioritaskan penelitian, pengembangan, dan penerapan untuk teknologi generasi berikutnya," tegasnya.
Arifin pun mengakui, dukungan dan kerjasama dunia nternasional sangat dibutuhkan. "Setiap orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan dan akses teknologi dan pembiayaan harus terbuka lebar bagi semua negara," ungkapnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batubara. Keberadaan peta NZE ini sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.
"Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible tetapi juga memberikan manfaat," jelas Fatih pada kesempatan sama.
Berdasarkan kajian IEA, ungkap Fatih, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi di 2030 dari tingkat saat ini. Dalam laporan terbaru IEA, The IEA's Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia menyebutkan ada tambahan investasi sebesar USD8 miliar per tahun.
Menurut Fatih, memobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP).
"Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia," tutur Fatih.
Salah satu potensi sumber energi terbarukan yang menjadi perhatian IEA adalah tenaga surya. "Surya menjadi peluang terbesar di Indonesia. Kami harap lebih banyak diimplementasikan, memiliki (harga) kompetitif, dan project yang menjanjikan," harap Fatih.
Sementara itu, Direktur Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menekankan keberadaan peta jalan NZE hasil kolaborasi Indonesia - NZE akan digunakan sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan peta jalan NZE Indonesia pada COP26 di Glasgow.
"Kita ingin memastikan bahwa roadmap kita ini bisa berjalan dengan baik, bisa dilaksanakan dari prinsip daya saing. Kami Proses tansisi ini tidak menurunkan daya saing Indonesia," pungkas Dadan.