JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) mewakili untuk pemerintah untuk menyampaikan RUU APBN 2023 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Dalam pemaparannya, Menkeu menyebut bahwa keuangan negara pada tahun depan menggambarkan berbagai hal yang fundamental dan harus dikelola secara tepat.
“Pada tahun ini pandemi kembali menunjukan penurunan. Namun pada 2023 risiko bergeser dari pandemi ke risiko global,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus.
Menurut Menkeu, kondisi windfall diperkirakan tidak akan berlanjut di periode selanjutnya. Hal ini berpotensi mengurangi sumber-sumber penerimaan negara. Selain itu dari sisi perpajakan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga tidak hadir di tahun depan.
“Kita juga harus menyehatkan APBN dengan defisit fiskal di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB),” tuturnya.
BACA JUGA:
Dari sisi belanja, dengan tidak adanya anggaran penanganan pandemi maka fokus bujet bisa langsung disalurkan ke beberapa sektor, seperti kesehatan dan juga meningkatkan dana pendidikan.
Lalu untuk postur APBN, ditargetkan pendapatan negara Rp2.443,6 triliun dan belanja sebesar Rp3.041,7 triliun sehingga defisit sebesar Rp Rp598,2 triliun atau setara dengan 2,85 persen PDB.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa mencapai 5,3 persen dan inflasi terkendali dalam level 3,3 persen.
“Melalui kerja sama yang sinergis, Insya Allah kita bisa menjaga Indonesia bersama,” tutup Menkeu Sri Mulyani.