Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa keputusan penambahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang kini semakin menipis harus mendapatkan persetujuan DPR. Pasalnya, nilai anggaran tersebut dipastikan cukup besar dan berasal dari APBN tahun berjalan.

“Kita tidak bisa melakukan alokasi yang belum disetujui DPR,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 24 Agustus.

Menurut Menkeu, pemerintah bisa saja menambah anggaran subsidi di tahun ini dengan skema tagihan masuk di tahun depan. Walau begitu, cara tersebut mesti melewati pengesahan parlemen sekaligus sudah membuat beban tersendiri dalam keuangan negara di periode 2023 mendatang.

“Kalau melebihi (subsidi tahun ini Rp502 triliun) bebannya bisa tahun ini atau tahun depan. Kalau misalnya di tahun depan maka APBN 2023 harus menanggung itu,” tuturnya.

Sebagai informasi, nilai subsidi dan kompensasi biasanya hanya sekitar Rp100 triliun per tahun. Namun, dengan dinamika global saat ini dan tingginya harga komoditas energi membuat pemerintah mau tidak mau menggunakan instrumen fiskal dengan mengucurkan nilai yang lebih besar mencapai Rp502 triliun.

Walaupun angka subsidi telah dilipatgandakan, masih belum mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Sebagai gambaran, kuota solar subsidi untuk sepanjang 2022 adalah sebanyak 14,9 juta kilo liter.

Adapun jumlah yang telah disalurkan sampai dengan Juli telah mencapai 9,9 juta kilo liter. Kondisi serupa juga terjadi pada BBM jenis pertalite yang sudah terserap 16,8 juta kilo liter dari kuota 23 juta kilo liter.