Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani baru saja menerima arahan terakhir dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebelum pembacaan Nota Keuangan di DPR 16 Agustus mendatang.

Dalam keterangannya, Menkeu menyebutkan jika RAPBN 2023 didesain dalam situasi perekonomian global sedang mengalami guncangan dan gejolak, serta adanya ketidakpastian yang sangat tinggi.

Oleh karena itu, dia berupaya agar instrumen fiskal ini mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi.

“Ini kita sering menyebutkan sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat sehingga ini adalah kombinasi yang harus diperkuat,” ujarnya dalam keterangan pers dikutip Rabu, 10 Agustus.

Menurut Menkeu, kondisi perekonomian dunia diyakini akan terus melemah pada sepanjang 2022 dengan inflasi yang meningkat.

Proyeksi tersebut sejalan dengan ramalan Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi global dari 3,6 persen ke 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk 2023.

“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF, tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen,” tuturnya.

Menkeu menambahkan, Presiden juga memberikan perintah terkait defisit APBN 2023 yang harus di bawah 3 persen namun tetap bersifat berkelanjutan.

Untuk itu dari sisi belanja negara, Menkeu akan tetap mendukung berbagai prioritas nasional yakni pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas utama, kemudian pembangunan infrastruktur termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN), serta penyelenggaraan pemilu.

“Kita akan menggunakan instrumen belanja pusat dan daerah untuk bisa mendukung berbagai program-program prioritas nasional dan juga dari sisi pembiayaan seperti akumulasi dari Dana Abadi Pendidikan yang akan terus dikelola,” kata dia.

Selanjutnya dari sisi pendapatan negara, Sri Mulyani mengatakan, yang menjadi perhatian yaitu penerimaan pajak dari komoditas yang sangat tinggi mungkin tidak akan terulang pada tahun depan. Demikian halnya dengan penerimaan bea cukai.

“Jadi ini adalah arahan-arahan terakhir dari Bapak Presiden sebelum kita memfinalkan,” tutup Sri Mulyani.