Bagikan:

JAKARTA - Komisi VII DPR memastikan kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite akan ditambah 5 juta kiloliter (KL) menjadi 28 juta KL pada 2022.

Hal ini seiring dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan, pascapandemi COVID-19 konsumsi BBM naik seiring dengan kembalinya aktivitas masyarakat.

Namun, kata Sugeng, masalahnya adalah harga minyak dunia terus meningkat.

Lebih lanjut, Sugeng mengatakan, meningkatnya harga minyak dunia tesebut berdampak pada harga BBM serta subsidi dan kompensasi yang dikucurkan pemerintah.

"Konsumsi BBM naik, dan itu positif. Hanya problem-nya harga crude dan BBM naik, maka lihat dalam APBN 2022 subsidi BBM itu Rp134 triliun. Di mana subsidi BBM Rp77 triliun, subsidi listrik Rp57 triliun. Tetapi itu dengan asumsi dasar yakni ICP kita 67 dolar per barel. Ternyata ICP menjadi rata-rata 100 dolar per barel. Maka mau tidak mau subsidi dan kompensasi total menjadi Rp443 triliun," ujarnya kepada wartawan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Juli.

Kata Sugeng, angka tersebut merupakan besaran yang telah disanggupi oleh pemerintah.

Anggaran tersebut sudah termasuk di dalamnya penambahan kuota BBM subsidi.

"Itu sudah termasuk di dalamnya kenaikan volume tadi dari 23 juta kiloliter Pertalite ya, mohon maaf, ini kan kita bicara yang disubsidi ya, menjadi 28 juta kiloliter," tuturnya.

Sugeng menekankan, penetapan tentang kenaikan volume BBM subsidi sudah menjadi kesepakatan antara DPR dan pemerintah. Termasuk juga dengan penambahan kuota minyak tanah.

"Antara pemerintah dalam hal ini yang diwakili Menteri ESDM dengan kami di Komisi VII menetapkan bahwa terjadi kenaikan penambahan volume BBM bersubsidi sejumlah 5 juta kiloliter di BBM. Juga termasuk di minyak tanah. Kan dari 500.000 kiloliter menjadi ditambah kurang lebih salah 20.000 atau berapa, intinya ada penambahan. Karena memang faktanya terjadi penambahan pada konsumsinya," katanya.

"Tetapi ini nanti di Banggar pun belum menjadi kata putus, karena asumsi makro yang juga berubah dan kemarin baru yang namanya pagu indikatif, setelah ini nanti Presiden dalam pidato kenegaraan akan menyampikan nota keuangan. Nah itu akan kita bahas lebih tajam menjadi UU APBN itu nanti setelah pidato presiden," pungkas Sugeng.