JAKARTA - Pengusaha mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan tanggung jawab berupa penugasan pada badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengurus distribusi minyak goreng murah ke masyarakat.
Hal ini sebagai solusi agar harga minyak goreng tetap murah ketika aturan DMO-DPO dicabut.
Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan solusi agar harga minyak goreng bisa tetap sesuai harga eceran tertinggi yaitu Rp14.000 per liter adalah dilibatkannya perusahaan pelat merah Bulog dan ID Food dalam distribusi.
Lebih lanjut, Sahat mengatakan, pelaku industri sawit hanya akan mengikuti instruksi pemerintah jika keuntungannya menjanjikan.
Karena itu, dia tak memastikan harga minyak goreng curah akan tetap murah ketika aturan DMO-DPO dicabut.
"Yang dikhawatikran Pak Mendag, DMO dihapuskan bagaimana harga migor sampai ke 17.000 titik simpul masyarakat, itu jangan dikasih kan swasta, swasta nggak ada cuannya dia diem. Pemerintah punya Bulog, punya ID FOOD itu kenapa tidak dipakai, mereka suruh tangung jawab," katanya dalam acara CNBC, Senin, 25 Juli.
Sahat menyarankan, model distribusi minyak goreng seperti penugasan Pertamina mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM). Sehingga dari hulu ke hilir dapat terkontrol harganya.
Dalam kesempatan tersebut, Sahat mengakui produksi minyak goreng murah tidak jalan di pengusaha.
Karena itu, menurut Sahat, pemerintah dapat mengambil peran dengan menugaskan BUMN untuk melakukan distribusi minyak goreng murah dalam hal ini Minyakita.
"Pak Oke saya kira sudah mengetahui dari dulu, komitmen-komitmen itu tidak akan jalan. Di depan Pak Menteri, iya. Tapi belakangnya sih kita sudah tahu enggak jalan. Karena itu kita usulkan perlakukan minyak goreng dengan model Pertamina," ucapnya.
Sementara sementara itu anggota dewan Pembina gabungan pengusaha Kelapa Sawit Indonesia gapki Maruli Gultom mengatakan jika penugasan distribusi minyak goreng murah ini dilakukan oleh BUMN tetap akan mendapatkan untung 100 persen.
Apalagi, kata Maruli, PTPN perkebunan negara mempunyai kebun sawit dengan luas 300.000 hektare lebih yang sudah siap panen dan masih ada 100.000 hektare lagi yang belum matang.
Jika dihitung luas kebun tersebut maka akan kebutuhan terpenuhi.
"Tidak perlu subsidi biaya produksi CPO hanya Rp4.000 paling mahal Rp6.000 diproses kemudian dijual Rp14.000 per liter itu untung bahkan 100 persen PTPN untungnya. Walaupun berbeda dengan secara harga internasional," tutur Maruli.
BACA JUGA:
Karena itu, Maruli menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan PTPN untuk memproduksi minyak goreng sehingga tidak perlu lagi ada aturan DMO-DPO.
"Jadi Bapak Presiden perintahkan saja PTPN tanggung jawab minyak goreng. Tidak perlu kebijakan DMO-DPO, bikin pusing," ucapnya.