Kebijakan DMO dan DPO Minyak Sawit Kembali Diterapkan, Ekonom: Pelaksanaan Harus Diawasi
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA -  Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah benar-benar mengawasi pelaksanaan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) agar tidak terjadi kebocoran di tingkat produsen.

Seperti diketahui, pemerintah berencana menghentikan program subsidi minyak goreng curah per 31 Mei 2022. Pemerintah pun akan mengganti kebijkan tersebut dengan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Tujuannya adalah untuk menjaga pasokan sehingga harga minyak goreng curah di pasar stabil di batas harga eceran tertinggi (HET).

"Pengawasan DMO jangan mengulang kebocoran izin ekspor di internal Kemendag. Pelajaran penting adalah bagaimana pejabat yang memberikan izin ekspor memiliki integritas, dan menghindari konflik kepentingan dengan pelaku usaha. Artinya, pengawasan internal menjadi hal yang krusial," ujarnya saat dihubungi VOI, Rabu, 25 Mei.

Menurut Bhima, pelaksanaan DMO juga memerlukan kerja sama antar Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai. Sehingga volume ekspor minyak goreng per perusahaan dapat diverifikasi.

"Bahkan tidak menutup kemungkinan volume minyak goreng dengan HS Code yang sama bisa dilakukan pengecekan dengan data di negara tujuan ekspor akhir," jelasnya.

Bhima juga mengatakan kebijakan DMO seharusnya dapat mendorong kenaikan pasokan CPO untuk keperluan bahan baku minyak goreng. Tapi masalahnya  selama ini ternyata bukan dari sisi pasokan melainkan masalah distribusi. Menurut dia, selama rantai distribusi masih panjang 5 sampai 7 titik untuk sampai ke konsumen maka tingkat harga migor akan sulit turun signifikan.

Namun sayangnya, kata Bhima, masalah distribusi tidak berada di bawah kendali Kementerian Perdagangan (Kemendag), melainkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Karena itu, menurut dia, sebaiknya yang diberikan tugas menangani distribusi minyak goreng adalah Bulog.

"Masih banyak lembaga/kementerian yang tumpang tindih dalam urusan minyak goreng. Idealnya yang handle distribusi migor domestik itu Bulog, sehingga subsidi maupun pengawasan jauh lebih transparan," ucapnya.