Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berencana mencabut aturan domestic market obligation (DMO) untuk minyak goreng dan turunannya. Tujuannya agar ekspor minyak goreng berjalan lancar.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pengusaha agar rencana ini dapat direalisasikan.

Staf Khusus Menteri Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan meminta agar para pelaku usaha minyak goreng terlebih dahulu memenuhi komitmen yang diutarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pada 3 Januari lalu, Jokowi sudah menekankan harus prioritaskan kepentingan rakyat dengan menyediakan minyak goreng dengan harga yang terjangkau. Artinya, kata Oke, hal ini perlu digarisbawahi pengusaha bahwa kepentingan rakyat harus didahulukan.

"Pak Menteri berangan-angan untuk cabut DMO tapi ada komitmen dari pelaku usaha. Nah komitmen itu yang ditunggu Pak Menteri untuk pastikan pasokan dalam negeri ada dulu, skemanya itu," ujar Oke kepada wartawan di Jakarta, Senin, 25 Juli.

Oke menekankan, pencabutan aturan DMO baru akan dilakukan jika sudah ada kepastian dari pengusaha minyak goreng untuk berkomitmen memenuhi pasokan di dalam negeri.

"Jadi kapan? setelah kepastian dan komitmen dari pelaku industri memastikan arahan presiden yaitu prioritaskan rakyat harga minyak goreng terjangkau, maka kalau itu sudah terwujud, maka tidak ada lagi DMO," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berencana untuk mencabut kebijakan DMO dan Domestik Price Obligation (DPO). Tujuannya adalah agar ekspor produk sawit dan turunannya bisa lebih cepat.

Meksi begitu, Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan menekankan dirinya akan memastikan terlebih dahulu kepada para pengusaha dan menerima jaminan bahwa para pengusaha konsisten memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebelum kebijakan tersebut benar-benar dicabut.

"Saya lagi pertimbangkan, kalau teman-teman pengusaha sudah komit untuk memenuhi DMO dan DPO dipenuhi dalam negeri, mungkin saya pertimbangkan DMO ndak perlu lagi agar ekspor bisa cepat," katanya di Pasar Cibinong, Bogor Jawa Barat, Jumat, 22 Juli.

Zulhas mengatakan, dengan lancarnya ekspor, maka produsen akan membutuhkan tandan buah segar (TBS) untuk memproduksi crude palm oil (CPO).

Saat ini, TBS sawit petani belum banyak terserap lantaran tangki-tangki perusahaan masih penuh.

Zulhas meyakini dengan peningkatan permintaan nantinya akan menggerek harga TBS sawit. Seperti diketahui, saat ini harga TBS sawit masih di level sekitar Rp1.000 per kilogram (kg).

"Tugas saya sekarang, diperintah Bapak Presiden (Jokowi) agar kita bekerja keras segala upaya, naikkan harga tandan buah segar di atas Rp2.000," tuturnya.