Bertemu Deputi Perdana Menteri Korsel, Sri Mulyani: Tak Hanya <i>Business to Business</i>, tapi Juga <i>People to People</i> karena Kpop Sangat Digemari
Foto: Dok. Kemenkeu

Bagikan:

JAKARTA - Para pebisnis asal Korea Selatan semakin menunjukkan ketertarikannya untuk berinvestasi di Indonesia. Di antara industri yang ada, sektor otomotif, baja, dan kimia jadi beberapa pilihan para pebisnis Negeri Ginseng tersebut.

Informasi itu didapatkan saat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menggelar pertemuan bilateral  dengan Deputi Perdana Menteri Republik Korea Choo Kyung-ho, Jumat 15 Juli.

Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani menyambut baik minat Korea Selatan tersebut. Dia menambahkan bahwa rencana transformasi bidang energi dan manufaktur yang lebih bersih (green energy and green industry) akan memperlebar peluang kolaborasi di bidang tersebut.

“Potensi kerja sama ekonomi masih terbuka lebar, misalnya saat ini Indonesia sedang melakukan transformasi green energy yang juga memberikan kesempatan besar bagi perusahaan Korea Selatan – khususnya di sektor manufaktur seperti industri mobil listrik," urai Sri Mulyani dalam keterangannya, dikutip Minggu 17 Juli.

Sri Mulyani juga berterima kasih terhadap dukungan Korea terhadap Presidensi Indonesia, seraya memberikan ucapan selamat kepada pemerintahan baru Korea. Sri Mulyani yakin, hal ini dapat membuka banyak kesempatan bagi kerja sama bilateral yang lebih kuat.

“Tidak hanya business-to business, Indonesia dan Korea juga memiliki hubungan people-to-people yang erat. Salah satunya melalui budaya K-pop yang sangat digemari di Indonesia, sehingga Korea memiliki citra yang baik di mata penduduk Indonesia,” pungkasnya.

Dalam pertemuan tersebut, Choo mengapresiasi kepemimpinan Indonesia sebagai Presidensi G20 karena mampu menjaga keutuhan G20 di tengah tensi politik yang belum mereda. Choo juga mengapresiasi Presidensi Indonesia yang mampu meraih pencapaian-pencapaian dari agenda Finance Track.

Salah satunya adalah pendirian Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF).

"Berbagai risiko global yang menghantui dunia sebaiknya tidak diperburuk dengan tren proteksionisme dari beberapa negara," ujar Choo.