Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Capai Rp16,8 Triliun, BPKP: Lebih Rendah dari Perkiraan PT KCIC
Gedung BPKP. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah selesai mengaudit pembengkakan biaya atau perubahan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Nilainya 1,18 miliar dolar AS atau setara Rp16,8 triliun.

Juru Bicara BPKP Eri Satriana menjelaskan, nilai tersebut didapat dari hasil aduit BPKP atas permintaan Kementerian BUMN untuk melakukan reviu proyek kereta cepat sejak Desember 2021 lalu. Eri menjelaskan metode yang digunakan BPKP dalam perhitungan cost overrun dengan melakukan reviu dokumen atas asersi yang disampaikan Kementerian BUMN melalui wawancara dan pengamatan yang dilakukan di lapangan.

"Seperti yang sudah dimuat di beberapa media untuk angkanya sebesar 1,18 miliar dolar AS atau setara Rp16,8 triliun," ujarnya kepada wartawan, Rabu, 29 Juni.

Sekadar informasi, angka cost overrun yang tercatat dari hasil aduit BPKP jauh lebih rendah dari perkiraan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebesar 1,67 miliar dolar AS atau setara Rp24 triliun. KCIC sendiri merupakan pelakasana pembangunan dan penyelenggaraan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Eri menjelaskan angka yang didapat BPKP lebih kecil dari perkiaraan KCIC karena auditor hanya menghitung biaya pembangungan saja.

"Untuk penghitungannya sendiri, BPKP hanya melakukan cost overrun untuk biaya pembangunan saja, sedangkan biaya operasional setelah kereta cepat beroperasi nantinya tidak termasuk dalam biaya cost overrun," tuturnya.

Lebih lanjut, Eri mengatakan angka tersebut adalah budget estimasi, dan masih ada beberapa yang proses dispute. Sehingga memungkinkan ada perubahan, termasuk jika ada aturan baru yang keluar setelah selesainya reviu cost overrun oleh BPKP.

Eri juga mengatakan BPKP tidak mengelak ada penambahan cost overrun proyek KCJB sebesar Rp2,3 triliun. Pembengkakan biaya tersebut berasal dari pajak dan pengadaan lahan.

"Untuk pajak itu merupakan bukti baru setelah selesai reviu BPKP karena ada peraturan perpajakan baru dan belum masuk dalam asersi," tuturnya.