Bagikan:

JAKARTA – Pergerakan harga komoditas saat ini yang tengah berada dalam dalam tren tinggi dan diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2023 mendatang. Proyeksi itu disampaikan oleh Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro kepada wartawan dalam sebuah sesi diskusi virtual.

“Dampak positif dari perang di Ukraina adalah memberikan kenaikan harga komoditas yang cukup baik, bahwa harga masih akan tinggi,” ujarnya dikutip Kamis, 23 Juni.

Menurut Andry, sinyal ini menjadi angin segar tersendiri bagi Indonesia. Pasalnya, RI merupakan salah satu penghasil komoditas penting dunia lewat batu bara dan minyak sawit atau crude palm oil (CPO).

Dia menilai tidak menutup kemungkinan bakal terjadi pelemahan harga dalam beberapa waktu ke depan. Meski begitu, Andry optimistis nilai jual komoditas masih berada dalam level atas mengingat baseline harga masih cukup jauh dari kondisi normal.

“Memang kami melihat ada potensi harga komoditas akan melandai, namun kalau dibandingkan dengan harga breakeven-nya masih cukup lebar gapping tersebut,” tegas dia.

Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, harga komoditas batu bara dunia tercatat mulai mendekati level psikologis 400 dolar AS per ton. Padahal, harga emas hitam itu sebelum pandemi pada Desember 2019 hanya di kisaran 60-70 dolar AS per ton.

Begitu pula dengan CPO yang kini melesat menjadi sekitar 4.900 ringgit Malaysia dari sebelumnya di level 2.000-an ringgit Malaysia saat prapandemi.

“Nah ini tentu saja masih positif buat Indonesia (dari sisi pendapatan), karena impact-nya bisa dalam waktu 1-2 tahun mendatang,” tutup Andry.