Indonesia Incar Keanggotaan FATF, KSP Bentuk Gugus Tugas Pencegahan Penyalahgunaan Korporasi untuk Kejahatan Ekonomi
Deputi III KSP Panutan Sulendrakusuma. (Foto: Dok. Antara/KSP)

Bagikan:

JAKARTA - Kantor Staf Presiden membentuk Gugus Tugas Sectoral Risk Assessment (SRA), yang bertugas melakukan pencegahan penyalahgunaan korporasi untuk kejahatan ekonomi. Melalui langkah ini, KSP mendorong percepatan Indonesia menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).

"Untuk menjadi anggota FATF, Indonesia harus memiliki integritas keuangan nasional yang kuat. Untuk itu, butuh tim penilai risiko di tingkat sektoral agar korporasi tidak disalahgunakan untuk kejahatan ekonomi," kata Deputi III KSP Panutan Sulendrakusuma dalam siaran pers dikutip Antara, Minggu 12 Juni.

FATF merupakan lembaga yang membuat standar internasional dalam bentuk peraturan setingkat undang-undang terkait dengan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kejahatan ekonomi lainnya.

Panutan menegaskan bahwa keanggotaan FATF adalah arahan Presiden RI Joko Widodo mengingat Indonesia satu-satunya negara G20 yang belum menjadi anggota FATF, dan saat ini hanya sebagai observer.

Ia menyebutkan sejumlah manfaat apabila Indonesia telah menjadi anggota FATF, di antaranya bisa lebih diterima dalam dunia bisnis internasional, kerja sama dalam memerangi mekanisme pencucian uang, serta pendanaan terorisme dan dapat ikut menentukan standar global dengan konteks negara berkembang.

Menurut dia, penilaian risiko di tingkat sektoral korporasi atau sectoral risk assessment (SRA) korporasi dapat menjadi pedoman bagi regulator dalam melaksanakan pengawasan berbasis risiko/risk based supervision (RBS), dan pedoman bagi aparat penegak hukum menangani kejahatan ekonomi berbasis risiko/risk based investigation (RBI).

Hal ini, kata dia, juga bisa berlaku bagi industri keuangan bank dan nonbank serta pihak pelapor lainnya dalam mendeteksi dini tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), serta kejahatan ekonomi lainnya.

Berdasarkan verifikasi lapangan terkait dengan penilaian risiko di tingkat nasional/National Risk Assessment (NRA) 2021, kata Panutan, masih dijumpai kendala-kendala untuk menuju keanggotaan FATF, salah satunya belum adanya penilaian risiko di tingkat sektoral/sectoral risk assessment (SRA) terkait dengan korporasi.

Atas dasar itu, Kantor Staf Presiden menginisiasi pembentukan Gugus Tugas SRA korporasi bersama kementerian/lembaga terkait.

"Semua K/L sepakat demi tercapainya integritas keuangan nasional yang kuat dan keanggotaan Indonesia di FATF. Gugus tugas percepatan penyusunan SRA korporasi ini dikomandoi secara trilateral oleh Kemenkumham, PPATK, dan OJK serta dikawal secara intensif oleh KSP," ujar Panutan.

Sebagai informasi, untuk menjadi anggota FATF, Indonesia harus lolos penilaian mutual evaluation review (MER) oleh tim asesor FATF pada bulan Juli 2022.

Kesuksesan Indonesia dalam MER FATF membutuhkan peningkatan kepatuhan Indonesia terhadap Rekomendasi FATF yang meliputi berbagai bidang dalam program Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), termasuk perkembangan teknologi baru.