Bagikan:

JAKARTA – Wacana kenaikan harga tiket masuk Borobudur menjadi Rp750.000 bagi wisatawan domestik masih terus mengundang perhatian publik. Pihak pengelola, yakni PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWC) menyebut bahwa rencana kenaikan didasarkan pada dua hal.

Pertama adalah terkait dengan pembatasan kuota sebanyak 1.200 orang yang diperbolehkan naik ke bangunan Candi Borobudur. Kedua karena upaya menjaga dan melestarikan (konservasi) bangunan Candi Borobudur yang mulai terdampak karena adanya kunjungan wisatawan dalam jumlah banyak.

Terlepas dari hal tersebut, sejatinya kinerja PT TWC tengah menghadapi tekanan keuangan. Mengutip laporan terakhir 2020 yang dipublikasikan, diketahui bahwa entitas usaha berpelat merah itu mengalami rugi Rp67,94 miliar dari sebelumnya untung Rp167,74 miliar pada 2019.

Untung saja, jumlah ini berada di bawah perkiraan tahun 2020 sebesar Rp86,7 miliar.

Salah satu pemicu kerugian TWC adalah anjloknya pendapatan hingga 77,64 persen dari Rp448,91 miliar menjadi hanya Rp100,39 miliar.

“Tingkat kesehatan perusahaan pada tahun 2020 menunjukkan klasifikasi SEHAT A, atau mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2019 karena pandemi COVID-19,” ungkap PT TWC.

Lebih lanjut, realisasi pengguna jasa (pengunjung) Heritage Park di tiga candi yang dikelola perusahaan pada periode ini sebanyak 1,77 juta orang orang. Angka tersebut merupakan 99,4 persen dari target 2020 yang sebanyak 1,78 juta orang orang atau 25,9 persen dari realisasi 2019 yang sebanyak 6,83 juta orang.

Sebagai informasi, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko lahir sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap upaya untuk melestarikan dan menjaga harta peninggalan sejarah dan budaya.

Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk pengelolaan kawasan peninggalan sejarah, khususnya candi-candi dengan tetap mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial budaya dan masyarakat, dan sejalan dengan tugas utama untuk mendukung pelestarian peninggalan sejarah candi.