Bagikan:

JAKARTA - Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dinilai memiliki peran strategis dalam mendukung ketersediaan pangan dan energi di tingkat global seiring peningkatan populasi manusia.

“Dalam konteks Indonesia, minyak sawit merupakan komoditas strategis yang akan menopang bangsa kita mencapai kemandirian pangan dan energi,” kata Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia (RSI), Kacuk Sumarto di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 18 November.

Menurut dia, populasi manusia di dunia diperkirakan meningkat menjadi sekitar 8,5 miliar manusia (pada 2030) dari sekitar 8,2 miliar manusia (pada 2024), sementara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memprediksi mencapai 10 miliar jiwa pada 2080.

Tentu saja, lanjutnya, ini akan mengakibatkan jumlah kebutuhan pangan dan energi juga meningkat. Sementara itu, daya dukung bumi telah menurun sebagai akibat dari; eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, penggunaan pupuk kima yang tidak bijaksana dan perubahan iklim. Hal ini berdampak kepada rasio ketersediaan pangan menurun dan harga pangan menjadi meningkat.

Kenaikan jumlah populasi tersebut juga akan berdampak kepada peningkatan aktivitas manusia dan pada gilirannya kebutuhan terhadap energi juga melonjak, sementara itu ketersediaan energi yang berasal dari perut bumi semakin menurun dan terbatas.

"Karena itu, pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, penggunaan bahan bakar fosil berkontribusi memberikan dampak emisi karbon yang sangat tinggi, sehingga harus dibatasi penggunaannya," kata Kacuk dalam keterangannya.

Dia menegaskan, mutlak bagi negara untuk menetapkan kebijakan kemandirian pangan dan energi yang tidak terganggu oleh keadaan apapun di dunia internasional.

Melihat kondisi lahan yang ada, tambahnya, perkebunan sawit adalah yang paling berpotensi untuk mendukung kedaulatan ataupun kemandirian pangan dan energi.

Hal itu mempertimbangkan dua hal pokok, pertama; komoditas sawit dapat menghasilkan bahan pangan dan energi. Kedua; lahan perkebunan sawit, seluas 16,8 juta hektar dan tersebar di seluruh pelosok negeri, berpotensi untuk ditanami bahan pangan dan energi.

Dalam kajian RSI, tambahnya, jika peremajaan kelapa sawit dilakukan secara konsisten, terdapat setidaknya satu juta hektar yang memungkinkan ditanami tanaman sela (intercropping) komoditas bahan-bahan pangan dan energi. Terlebih jika bisa dikonsumsi secara lokal, akan menghemat banyak sekali biaya logistik.

Pada kesempatan tersebut Kacuk menjelaskan peran Indonesia dalam mencapai kemandirian pangan dan energi akan dibahas menjadi topik diskusi dalam seminar yang diselenggarakan RSI di Jakarta, Senin 18 November.

Seminar bertema “Menggapai Kedaulatan Pangan, Energi dan Ekonomi Melalui Perkebunan Sawit Untuk Menuju Indonesia Emas 2045” menghadirkan sejumlah pembicara dari perwakilan pemerintah dan pelaku usaha. Selain itu juga akan digelar Kongres I RSI pada Selasa 19 November.