Bagikan:

JAKARTA – Pertemuan kedua Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 bertajuk 2nd Framework Working Group (SWG) yang berlangsung di Bali tengah pekan ini berfokus pada situasi ekonomi global terkini serta area prioritas dampak makro ekonomi dari perubahan iklim dan scarring effect.

Di hari pertama penyelenggaraan pada Rabu, 25 Mei tercapai komitmen untuk berbagai risiko ekonomi global yang terus meningkat, terutama yang dipicu oleh perang di Ukraina, tekanan inflasi global yang tinggi dan persisten, serta dampak dari pengetatan kebijakan moneter di banyak negara.

Kepala Pusat Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan Nella Sri Hendriyetty mengatakan, salah satu pandangan yang banyak mengemuka pada diskusi adalah perlunya kewaspadaan dunia terhadap ancaman ketahanan pangan dan energi yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi dan menekan kesejahteraan bagi berbagai negara.

“Dalam kajian ini, para anggota menyadari perlunya koordinasi global yang berkelanjutan guna mengatasi tantangan tersebut,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Kamis, 26 Mei.

Sementara itu pada pertemuan hari ini, isu utama yang menjadi pokok bahasan adalah dampak perubahan iklim terhadap makro ekonomi dan upaya mitigasinya.

Menurut Nella diperlukan aksi kolektif dari para negara anggota untuk memitigasi perubahan iklim dengan tetap memperhatikan kondisi spesifik masing-masing negara.

“Presidensi Indonesia di G20 menegaskan soal temuan awal hasil survei mengenai exit strategy and scarring effect to support recovery adalah adanya rencana negara-negara anggota untuk menghentikan secara bertahap dukungan kebijakan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, termasuk stimulus perpajakan,” tuturnya.

Lebih lanjut Nella mengungkapkan jika beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk melaksanakan strategi tersebut antara lain adalah membaiknya situasi pandemi, pemulihan ekonomi, produktivitas yang mulai meningkat, adanya kenaikan pendapatan, dan perbaikan kondisi pasar tenaga kerja.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari India yang juga bertindak sebagai co-chair Anantha Nageswaran menggarisbawahi bahwa di antara berbagai dampak pandemi, yang paling memprihatinkan adalah scarring effect pada aspek pendidikan dan kualitas sumber daya manusia.

“Ke depan, FWG akan terus melakukan monitoring terhadap situasi perekonomian global serta berbagai risikonya. FWG juga akan mendorong diskusi dan sinergi antar negara anggota G20 untuk mengatasi berbagai tantangan untuk mewujudkan pemulihan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif,” katanya.

Adapun, hasil pertemuan 2nd FWG akan menjadi salah satu bahan masukan dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ketiga (3rd FMCBG) yang akan diselenggarakan pada bulan Juli mendatang.

Pertemuan ini dilakukan dalam format hybrid dan dihadiri oleh seluruh anggota G20, negara undangan, serta organisasi internasional, seperti International Monetary Fund (IMF), Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), World Trade Organization (WTO), World Bank, dan Bank for International Settlement (BIS).

Dalam pertemuan tersebut, juga hadir beberapa pembicara eksternal dari kalangan akademisi dan pelaku pasar yang turut memberikan beragam perspektif atas isu yang menjadi fokus pembahasan.