JAKARTA – Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar 320,2 juta dolar AS dengan Argentina pada April 2022.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, bukuan tersebut terjadi karena nilai impor yang lebih besar dengan 349,2 miliar dolar AS dibandingkan ekspor yang sebesar 29,1 miliar dolar AS.
"Defisit dengan Argentina menjadi yang terbesar dari pada defisit dengan negara-negara lain," ujarnya ketika berbicara kepada awak media secara daring pada Selasa, 17 Mei.
BACA JUGA:
Menurut Margo, tingginya selisih neraca perdagangan tersebut disebabkan oleh melonjaknya komoditas impor HS 10, yakni berupa serealia (gandum, tepung biji, dan sebagainya) serta HS 23 yaitu ampas dan sisa industri makanan.
Margo pun tidak menampik jika kondisi yang terjadi saat ini merupakan imbas dari situasi perang yang terjadi di Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina.
Seperti diketahui, Ukraina merupakan negara utama impor gandum RI. Begitu juga dengan Rusia yang banyak menyokong kebutuhan gandum untuk Indonesia.
“Dari data yang kami miliki memang ada peralihan impor gandum Indonesia dari Ukraina. Jadi ini bisa disimpulkan juga karena selama ini kita impornya dari Ukraina dan mereka sedang mengalami gejolak, maka kita mengalihkan sebagian impor (gandum) dari Argentina,” jelas dia.
Situasi serupa juga terjadi pada perdagangan dengan Australia yang mengalami defisit 283,6 juta dolar karena tingginya kebutuhan impor gandum cs.
“Defisit terbesar kedua terjadi dengan Australia dari bahan bakar mineral atau HS 27 dan serealia atau HS 10,” tuturnya.
Secara umum, Margo mengungkapkan bahwa pada April 2022 terjadi terjadi surplus neraca perdagangan sebesar 7,56 miliar dolar AS atau menjadi yang terbesar sepanjang sejarah setelah sebelumnya rekor ada di Oktober 2021 dengan 5,74 miliar dolar AS.