JAKARTA - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menyebut bahwa laju inflasi pada pada April 2022 yang sebesar 3,47 persen secara tahunan (year on year/yoy) merupakan level yang cukup tinggi.
Peneliti LPEM UI Chaikal Nuryakin mengatakan angka tersebut menguat 0,83 persen jika dibandingkan dengan April 2021. Menurut dia, torehan inflasi bulan lalu mencerminkan mobilitas masyarakat sudah jauh membaik dan mendekati kondisi normal.
Bahkan, kebijakan strategis pemerintah pada momen Ramdan turut memberikan andil signifikan terhadap pembentukan angka inflasi.
“Tingginya Inflasi disinyalir disebabkan oleh pemerintah yang telah mengizinkan untuk masyarakat melaksanakan mudik, dan juga tekanan eksternal beruba harga pangan dan energi yang semakin naik,” ujarnya dalam rilis resmi pada Kamis, 12 Mei.
Chaikal menambahkan, situasi yang terjadi turut mempengaruhi pula kemampuan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
“Kecenderungan ini menguatkan komponen harga yang diatur pemerintah sebagai pendorong utama inflasi di Indonesia, terutama dengan masih lemahnya daya beli masyarakat,” tutur dia.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, peningkatan inflasi dibentuk oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, transportasi, restoran, perawatan pribadi dan jasa lain.
VOIR éGALEMENT:
Adapun, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah minyak goreng, gula pasir, ayam hidup, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, daging ayam ras, bahan bakar rumah tangga, bensin, tarif angkutan udara, kue kering berminyak, nasi dengan lauk, dan air kemasan.
“Inflasi April yang sebesar 3,47 persen merupakan yang tertinggi sejak Mei 2020, dimana inflasi inti berada pada tingkat 2,65 persen yoy,” tegas dia.
Di sisi lain, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami kenaikan sebesar 4,85 persen yoy. Sejumlah pergerakan tersebut menandakan akselerasi kembali untuk inflasi bagi komponen harga yang diatur pemerintah, yang telah terjadi sejak pertengahan tahun lalu.
“Peningkatan tajam juga terjadi pada komponen harga bergejolak dengan 5,48 persen yoy atau tertinggi dalam dua tahun,” tutup Chaikal.