JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa arah kebijakan negara untuk periode 2023 akan difokuskan pada upaya konsolidasi fiskal yang terus dilakukan dan disaat yang sama APBN harus dapat siap menjadi shock absorber dalam mengelola tekanan yang hadir.
Menurut Suahasil, salah satu situasi yang terus menjadi perhatian pemerintah adalah terkait dengan kondisi geopolitik di Eropa Timur yang membuat ketidakpastian semakin berlanjut.
“Kemudian juga volatilitas di pasar keuangan dunia, normalisasi kebijakan moneter baik dari Amerika maupun negara Eropa. Ini semua merupakan perkiraan shock yang harus kita antisipasi,” ujarnya melalui saluran virtual pada Kamis, 28 April.
Suahasil menambahkan, APBN tahun depan masih menjadi pendorong pemulihan ekonomi dan juga instrumen pelindung kesehatan masyarakat.
“Disini APBN tetap menahan tekanan dari kenaikan harga-harga komoditas seperti minyak goreng dan juga melakukan belanja-belanja sosial yang diharapkan dapat menjaga daya beli dan pemasukan masyarakat,” tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, anak buah Sri Mulyani itu mengelompokan kerja APBN 2023 dalam lima hal utama, yaitu, peningkatan kualitas SDM, infrastruktur, reformasi birokrasi, revitalisasi industri, dan ekonomi hijau untuk langkah keberlanjutan.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden adalah mobilisasi pendapatan negara yang harus diperkuat, penajaman belanja di kementerian/lembaga maupun pemda, serta pembiayaan yang inovatif agar dapat tetap mengundang investasi,” tegas dia.
Sebagai informasi, dalam asumsi makro 2023 pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi di rentang 5,3 persen hingga 5,9 persen dengan level inflasi 2-4 persen.
Kemudian nilai tukar rupiah Rp13.800 sampai Rp15.000, suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 6,65-7,77 persen, harga minyak mentah Indonesia 65-75 dolar AS per barel, lifting minyak di 652.000 hingga 750.000 barel per hari, serta lifting gas 1 juta hingga 1,1 juta barel setara minyak per hari.
Untuk diketahui, APBN 2023 juga merupakan tahun pertama ketetapan defisit anggaran kembali ke 3 persen setelah sebelumnya mendapat ruang pelonggaran sejak 2020 sebagai respon atas situasi pandemi COVID-19.