JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan baru saja mengeluarkan dua Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) bidang perbankan yang bertujuan mendorong penyaluran kredit serta penguatan kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) konvensional maupun syariah (BPRS).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan sepasang beleid ini bertujuan untuk mendorong peningkatan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bagi BPR dan BPRS guna menghadirkan layanan inovasi dan produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.
“Perkembangan industri BPR dan BPRS yang dinamis harus diiringi dengan penguatan pada aspek manajemen risiko dan tata kelola agar kelangsungan usahanya dapat tetap terjaga, agile dan resilien,” ujarnya dalam keterangan pers pada Senin, 18 April.
Menurut Heru, penerapan manajemen risiko dan tata kelola diharapkan juga dapat mengurangi surprising event yang negatif, misalnya kejadian fraud dan risiko likuiditas, yang dapat mempengaruhi kinerja BPR dan BPRS.
BACA JUGA:
“Penerapan manajemen risiko dan tata kelola pada BPR dan BPRS juga merupakan bagian dari pilar 1 penguatan struktur dan keunggulan kompetitif Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia bagi BPR dan BPRS. Sehingga dapat mendukung pencapaian peningkatan kinerja dan pertumbuhan industri BPR dan BPRS secara berkelanjutan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Heru mengungkapkan pula soal penilaian tingkat kesehatan BPR dan BPRS menggunakan pendekatan risiko dengan cakupan penilaian terhadap faktor profil risiko, tata kelola, rentabilitas, dan permodalan, melalui analisis yang komprehensif dan terstruktur.
Katanya, penilaian tingkat kesehatan dilakukan oleh BPR dan BPRS paling sedikit secara semesteran dan akan berlaku sejak Laporan Desember 2022 untuk tahapan uji coba dan pengenaan sanksi berlaku efektif sejak Laporan Desember 2023.
“Sampai dengan Februari 2022, OJK mencatat terdapat 1.464 BPR dan 164 BPRS dengan total aset sebesar Rp187,15 triliun dan melayani lebih dari 14 juta nasabah di seluruh Indonesia,” tutup dia.