JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut bahwa sektor pertambangan batu bara perlu dioptimalkan untuk meningkatkan kepatuhan pelaksanaan kewajiban penerimaan negara.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan bahwa saat ini terdapat dua rezim penerimaan negara pada sektor pertambangan batu bara yang berjalan bersama-sama. Pertama, rezim izin yang mengacu kepada ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Kedua, rezim kontrak dalam bentuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) yang mengacu kepada ketentuan dalam kontrak hingga berakhir.
Menurut Febrio, dinamika yang terjadi saat ini membuat pemerintah merilis beleid terbaru berupa Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara yang ditetapkan pada 11 April 2022.
“PP ini menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan dalam upaya peningkatan penerimaan negara,” ujarnya dalam keterangan resmi dikutip Minggu, 17 April.
Dalam penjelasannya, Febrio mengungkapkan PP ini memberikan kepastian mengenai bagaimana kewajiban pajak penghasilan bagi para pelaku pengusahaan pertambangan batubara dilaksanakan.
Berbagai pelaku tersebut adalah pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan pemegang PKP2B.
“Adanya kepastian hukum mengenai PPh yang lebih baik melalui PP ini diharapkan semakin memudahkan pelaku usaha di sektor ini dalam menunaikan kewajiban pajak,” tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, anak buah Sri Mulyani itu menyatakan pemerintah melakukan pengaturan kembali penerimaan pajak dan PNBP bagi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara dibandingkan sebelumnya sebagaimana amanat pasal 169A UU Minerba.
Hal ini dilakukan dengan cara mengatur besaran tarif PNBP produksi batubara secara progresif mengikuti kisaran besaran Harga Batubara Acuan (HBA).
Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batubara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian. Sebaliknya, pada saat harga komoditas naik seperti saat ini, negara mendapatkan penerimaan negara dari PNBP produksi batubara yang semakin tinggi.
Sedangkan untuk mendorong pemanfaatan produksi batubara bagi industri di dalam negeri, Peraturan Pemerintah ini mengatur di antaranya tarif tunggal yang lebih rendah sebesar 14 persen bagi produksi batubara untuk penjualan dalam negeri.
“Implementasi peraturan ini diharapkan tetap mampu menjaga keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dengan upaya tetap menjaga keberlanjutan pelaku usaha, sehingga akan menjadi fondasi terwujudnya keberlanjutan pendapatan untuk mendukung konsolidasi fiskal ke depan” tutup Febrio.