Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April lalu diikuti dengan pemberian fasilitas pembebasan pungutan terhadap beberapa jenis barang.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan insentif itu ditujukan bagi sejumlah besar komoditas pokok yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

“Yang jelas tidak ada PPN yang dikenakan untuk barang dan jasa yang diperlukan masyarakat secara menyeluruh,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual pada Selasa, 5 April.

Dalam penjelasannya Suryo menyebutkan beberapa item barang yang mendapat fasilitas, yaitu beras, gabah, jagung, susu, kedelai, garam, daging, telur, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi.

“Kemudian, jasa kesehatan, jasa pendidikan, fasilitas sosial, vaksin, buku, kitab suci, air bersih, listrik yang di bawah 6.600 watt, rumah sederhana, rusunami, dan sejenisnya tidak kita kenakan PPN,” tutur Suryo.

Lebih lanjut, implementasi kebijakan itu masih dalam proses menunggu karena peraturan teknis yang mengatur hal tersebut tengah disusun pemerintah. Adapun, payung besar kebijakan pengenaan PPN tertuang dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan perpajakan (UU HPP).

“Walaupun PP-nya (Peraturan Pemerintah) belum ada atau belum terbit saat ini, tetapi secara konteks daftar itu yang kita kecualiakan atau kita beri insentif untuk tidak dikenakan PPN saat ini atau dibebaskan,” tegas dia.

Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, salah satu barang yang tidak dikenakan PPN adalah emas batangan, granula, dan perhiasan. Langkah ini dimaksudkan untuk mendukung peningkatan produksi emas nasional.

Melalui pembebasan PPN ini mengindikasikan pemerintah ingin terus mendorong industri manufaktur dapat tetap berkembang sehingga proses hilirisasi di sektor tambang akan terus semakin meningkat.