Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, dalam kondisi pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya kembali seperti sebelum pandemi COVID-19, pemerintah tak bisa hanya mengandalkan pendapatan yang bersumber dari pajak. Karena itu, perusahaan pelat merah harus memberikan dividen kepada negara.

Lebih lanjut, Erick menjelaskan dividen yang diperoleh negara dari perusahaan pelat merah menjadi anggaran yang digunakan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat. Selah satunya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Namun tidak dengan BBM jenis Pertamax.

Seperti diketahui, pemerintah telah memutuskan tidak ada kenaikan harga BMM untuk jenis Pertalite. Meskipun harga minyak mentah dunia mengalami lonjakan hingga menembus 108 dolar AS per barel.

"Tidak mungkin dalam kondisi ekonomi seperti hari ini pemerintah hanya mengandalkan pajak, akhirnya perlu ada dividen. Dividen ini yang dipakai untuk program subsidi BBM masih berjalan, ya ini pemerintah sudah memutuskan Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak. Jadi kalau Pertamax naik ya mohon maaf, tapi Pertalite tetap subsidi," ujarnya saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanudin Makassar, Rabu, 30 Maret.

Erick menjelaskan bahwa negara harus merogoh kocek sangat dalam untuk memberikan subsidi BBM kepada masyarakat. Bahkan, jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Termasuk juga untuk subsidi litrik bagi pelanggan 450 VA.

"Tapi itu lah kebijakan pemerintah dimana subsidi BBM mencapai puluhan triliun. Kemarin listrik 450 digratiskan bantuan sosial dan lain lain. Jadi pemerintah hadir," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga pun mengusulkan Pertamina untuk melakukan perhitungan ulang harga Pertamax. Sebab, berdasarkan informasi dari Kementerian ESDM RON 92 atau Pertamax harga keekonomiannya adalah Rp14.500 per liter.

Sementara saat ini, kata Arya, Pertamina masih menjualnya di harga Rp9.500. Ia pun mengaku khawatir pemerintah mensubsidi BBM jenis Pertamax untuk pengguna mobil mewah.

"Pertamax Rp9.500, ini bisa dikatakan posisinya Pertamina subsidi Pertamax. Dan ini jelas artinya, Pertamina subsidi mobil mewah yang pakai Pertamax. Ini perlu dihitung ulang supaya ada keadilan," katanya.

Lebih lanjut, Arya mengatakan jumlahnya Pertamax saat ini adalah sebesar 13 persen dari konsumsi BBM di Indonesia dan pada umumnya adalah mobil-mobil mewah. Karena itu, perlunya penghitungan ulang harga Pertamax.

"Sudah saatnya dihitung ulang berapa harga yang layak yang diberikan Pertamina untuk harga Pertamax yang dikonsumsi mobil mewah. Ini untuk keadailan semua," ucapnya.

Arya mengatakan di negara-negara Asia Tenggara sendiri, BBM jenis Pertamax dibanderol antara Rp14.000 hingga Rp15.000 per liter. Kalaupun di Malaysia harga Pertamax bisa lebih rendah, hal tersebut karena pemerintah setempat mengalokasikan subsidi Pertamax dengan mekanisme tertentu.

"Jadi saat ini cukuplah ya harusnya kita ulang jangan sampai Pertamina subsidi mobil mewah yang manfaatkan Pertamax," tuturnya.

Jokowi singgung sulitnya menaikkan harga BBM

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga pernah menyinggung kenaikan harga minyak mentah dunia yang naik menjadi 118 dolar per barel. Akibatnya, harga bahan bakar minyak (BBM) di negara yang tidak memberi subsidi naik hingga dua kali lipat atau 100 persen.

Seperti diketahui, Indonesia masih mempertahankan harga untuk BBM yang disubsidi. Artinya, harga BBM tidak terkoreksi meskipun harga minyak mentah dunia melonjaknya.

Menurut Jokowi, di Indonesia saat pemerintah ingin menaikkan harga BBM sebesar 10 persen bahkan jauh dari kenaikan harga minyak di negara lain, namun justru mendapat tentangan berupa aksi demonstrasi selama tiga bulan.

"Negara-negara yang tidak mensubsidi BBM-nya naik langsung dua lipat. Bayangkan kita naik 10 persen saja demonya 3 bulan. Ini naik dua kali lipat artinya 100 persen naik," katanya dalam pengarahan tentang aksi afirmasi bangga buatan Indonesia yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 25 Maret.

Sekadar informasi, Indonesia sebagai pengimpor minyak mentah dunia tiap tahun harus mensubsidi harga jualnya ke masyarakat. Sepanjang 2021, subsidi energi mencapai Rp131,5 triliun. Melonjak dari 2020 yang sebesar Rp110,5 triliun. Sementara di 2022, subsidi energi di bulan pertama sudah tembus Rp10,2 triliun atau melonjak 347,2 persen dari Januari 2021.