Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyebut jika normalisasi kebijakan moneter negara maju, utamanya di Amerika Serikat (AS), membuat bank sentral harus merumuskan langkah strategis secara tepat guna menjaga stabilitas makro ekonomi nasional.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa pihaknya membaca arah kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate sebanyak lima kali pada tahun ini.

Akan tetapi dengan perkembangan terkini, bos BI meyakini jika The Fed bakal mengerek rate interest tidak kurang dari tujuh kali di sepanjang 2022.

“Semula kami perkirakan (naik) lima kali tahun ini, tetapi sepertinya akan tujuh kali,” ujar dia dalam sebuah webinar bertajuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi dan Menjaga Stabilitas, Senin, 21 Maret.

Dalam penjelasan Perry, terdapat sejumlah indikator penting mengapa Bank Indonesia meyakini bahwa The Fed akan terus melakukan penyesuaian suku bunga acuan lebih dari perkiraan awal.

“Inflasi yang tinggi di Amerika Serikat yang dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat kemungkinan akan mendorong bank sentral AS menaikan suku bunganya lebih sering, termasuk yang sudah dilakukan pada Maret ini,” tuturnya.

Sebagai informasi, tingkat inflasi di Amerika Serikat pada Februari 2022 adalah sebesar 7,9 persen secara tahunan (year-on-year/y-o-y). Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Januari 2022 yang sebesar 7,5 persen y-o-y sekaligus level inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Untuk diketahui, pada pekan lalu The Fed memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Langkah ini merupakan kali pertama The Fed memperbesar rate interest setelah hampir empat tahun belakangan..

Adapun, Bank Indonesia sendiri memilih untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) berada di angka level 3,50 persen. Kebijakan ini ditempuh dengan pertimbangan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tetap terkendalinya inflasi di dalam negeri.