JAKARTA - Kuasa hukum Bambang Trihatmojo, Hardjuno Wiwoho berharap agar PT Tata Insani Mukti (TIM) bisa bergabung untuk meminta hak tagih ke pemerintah atas penyelenggaran Sea Games 1997.
“Harapan kami sebenarnya nantinya PT TIM bisa bergabung untuk menuntaskan kasus ini, karena tidak ada gunanya PT TIM melawan kami. Di satu sisi urusan ini sudah lampau dan disisi lainnya PT TIM menjadi subjek hukum dari Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) Sea Games," kata Hardjuno dalam keterangannya, dikutip Senin 14 Maret.
Hardjuno mengatakan hal tersebut usai meresmikan Kantor Hukum Wardhana Wiwoho & Partners di Jln HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta, Minggu 13 Maret. Hardjuno menuturkan, dalam gugatan pertama di pengadilan Jakarta Selatan, pihaknya mengaku menang melawan PT TIM terkait dengan siapa saja yang bertanggungjawab dan sudah terbit akta van dading (surat perjanjian perdamaian) yang mana PT TIM mengakui bahwa disitu Bambang Trihatmodjo mengeluarkan uang sebesar Rp156 miliar.
"Kalau memang nanti secara data dan fakta terungkap kalau pemegang saham itu menombok ke PT TIM, nanti kita hitung. Karena kalau saya lihat dari dana Rp51 miliar itu ada dana pemegang saham Rp13 miliar. Tapi itu nanti tidak kita bahas sekarang, kita jalan kan dulu di Pengadilan Jakarta Selatan untuk menuju kepada gugatan ke Jakarta Pusat (menggugat pemerintah untuk hak tagih)," jelasnya.
Pihaknya juga berharap akan adanya langkah rekonsiliasi sehingga kalau nilai selisih tidak dihitung Rp51 miliar maka ia merasa tidak masalah.
“Tapi setidaknya kewajiban terkait itu dihapuskan. Kalaupun dihitung secara bunga yang ditagih pemerintah itukan Rp35 miliar berikut dengan bunganya mungkin Rp50-60 miliar. Kami juga akan menghitung dari Rp51 miliar dana yang ditombok oleh Bambang Trihatmodjo itu kalau dibungakan jadi berapa? kan lebih dari pokok Rp35 miliar," tukasnya.
Sebagai informasi, PT TIM merupakan kosorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997. PT TIM sendiri sahamnya dimiliki oleh PT Perwira Swadayatama diwakili oleh Bambang Riyadi Soegomo dan PT Suryabina Agung diwakili oleh Enggartiasto Lukita. Lalu, Bambang sendiri menjabat sebagai pimpinan konsorsium penyelenggara Sea Games tersebut, sekaligus Presiden Komisaris di PT TIM namun Bambang tidak memiliki saham di PT TIM.
Sekadar mengingatkan, Indonesia terpilih menjadi tuan rumah Sea Games XIX 1997 lantaran Brunei Darussalam mundur dalam ajang olahraga untuk kawasan ASEAN.
Lantaran dipilihnya secara mendadak, pemerintah tidak memiliki alokasi dana penyelenggaraan dari ABPN.
Maka dibentuklah KMP untuk mencari dana penyelenggaraan Sea Games. Adapun kebutuhannya ditentukan oleh Kemenpora dan KONI yang juga terlibat dalam kepanitiaan penyelenggaraan Sea Games 1997.
Dana yang dibutuhkan awalnya Rp70 miliar. amun, seiring berjalannya waktu, KONI membutuhkan tambahan dana Rp35 miliar untuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) atlet Indonesia yang akan bertanding di Sea Games 1997.
BACA JUGA:
Kebutuhan pelatnas itu berhasil ditutupi dari pinjaman yang berasal dari dana pungutan reboisasi Kementerian Kehutanan. Pengucuran dana reboisasi itu dilakukan melalui Kemensesneg, dan langsung dicairkan oleh KONI.
Usai penyelenggaraan, dilakukan audit kepada KMP Sea Games 1997 oleh akuntan publik yang di tunjuk, yaitu KPMG Hanadi Sudjendro & Rekan. Hasil audit menunjukkan bahwa selama penyelenggaraan, konsorsium mengeluarkan dana Rp156 miliar yang terdiri atas kebutuhan penyelenggaraan senilai Rp121 miliar, dan untuk persiapan kontingen Indonesia Rp35 miliar.
Dengan demikian, dari dana Rp70 miliar yang dikumpulkan konsorsium dari sponsor Sea Games, dan Rp35 miliar dari dana reboisasi, ada kekurangan dana Rp51 miliar.
Resmikan Kantor Hukum
Dalam kesempatan yang sama, Hardjuno Wiwoho bersama dengan beberapa rekannya meresmikan kantor hukum Wardhana Wiwoho & Partners di Menteng, Jakarta Pusat. Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) Sasmito Hadinegoro yang turut hadir dalam peresmian kantor hukum tersebut berharap agar para kuasa hukum yang tergabung di Wardhana Wiwoho & Partners bisa istiqomah dalam menjalankan tugasnya.
Terkait penegakan hukum di Indonesia, Sasmito menilai penegakan hukum di era Presiden Joko Widodo agak kendur hal itu bisa dilihat dari kinerja KPK yang mulai agak kendur kinerjanya.
"Saat era Presiden SBY, kita bisa lihat mulai dari kepala daerah, politikus, ketua umum partai politik hingga besan presiden pun masuk penjara. Itu artinya tidak ada intervensi sedikitpun dari pemerintah atau bahkan Presiden," jelasnya.
Ia pun masih berharap agar Presiden bisa mengingat amanah dari rakyat untuk tidak tebang pilih untuk penegakan hukum.
“Satu hal lagi bahwa jangan sampai hukum itu diintervensi baik dari kekuatan politik, partai hingga LSM. Karena itu akan merusak marwah dari hukum itu sendiri," pungkasnya.