JAKARTA - Konflik Rusia dan Ukraina selain berdampak buruk bagi ekonomi global, akan menambah beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akibat kenaikan harga minyak dunia yang telah mencapai 120 dolar AS per barrel. Angka tersebut tentu saja jauh dari asumsi APBN yang berada pada level 63 dolar AS per barel.
Melihat kondisi itu, Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza menilai, subsidi energi akan meningkat. "Kondisi ini merupakan tantangan kebijakan fiskal yang tidak mudah dan harus diatasi oleh pemerintah dan DPR," kata Handi dalam diskusi forum Twitter Space Didik J. Rachbini bertajuk “Beban Fiskal dan Perang Rusia-Ukraina”, Senin 7 Maret.
Handi menjelaskan, kondisi kenaikan harga minyak dunia bisa saja menjadikan harga BBM Indonesia ikut melambung, tetapi beban subsidi juga menjadi ikut meningkat jauh.
Oleh karena itu, kata Handi, pemerintah harus memprioritaskan belanja APBN ke sektor-sektor yang dipandang bisa ditunda seperti anggaran IKN.
"Rencana tahap awal dana PEN untuk IKN sebesar Rp127 triliun harus dievaluasi kembali. Realisasi anggaran harus kepada sektor yang benar-benar dibutuhkan masyarakat," ujar Handi.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti INDEF, Eisha M. Rachbini mengungkapkan konflik Rusia dan Ukraina bisa meningkatkan risiko krisis energi dan ancaman Inflasi. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang sudah mencapai 122 dolar AS per barel (7 Maret 2022) akan berdampak pada biaya produksi yang meningkat di sisi produksi.
“Alokasi anggaran untuk subsidi energi sekitar Rp134,02 triliun, yang terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG 3 Kg sebesar Rp77,54 triliun dan subsidi listrik Rp56,47 triliun. Kenaikan harga minyak, akan berdampak pada pos anggaran negara, baik di sisi pendapatan dan pengeluaran," imbuhnya.
Eisha juga mengingatkan jika harga minyak bumi secara persistent di level yang tinggi di atas 100 dolar AS per barel, maka harga bahan pokok meningkat, kenaikan harga-harga yang tidak dapat dihindari.
“Sehingga APBN perlu dikelola dengan tepat dan efisien, dengan memprioritaskan pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi," kata Eisha menjelaskan.
BACA JUGA:
Senada dengan Handi, Dosen Universitas Mercu Buana Agus Herta S berpendapat, konflik Rusia dan Ukraina juga membawa dampak signifikan terhadap APBN tahun 2022. “Beberapa asumsi makro ekonomi yang dibuat ketika proses penyusunan APBN, meleset dan jauh dari target yang ditetapkan," tutur Agus.
Agus juga ikut menyoroti kenaikan harga migas dunia yang akan memberatkan APBN. Terutama berkaitan dengan besaran subsidi energi yang telah ditetapkan terutama subsidi LPG 3kg.
“Di tengah naiknya harga gas dunia yang berimbas pada naiknya harga gas non-subsidi banyak masyarakat yang akan beralih pada LPG 3kg, hal ini akan mengakibatkan subsidi LPG 3kg akan membengkak. Subsidi energi berupa subsidi listrik untuk masyarakat menengah bawah juga akan meningkat seiring naiknya harga minyak dunia," kata Agus menambahkan.