JAKARTA - Berulang kali masyarakat di Tanah Air menghadapi persoalan yang sama dari waktu ke waktu, yakni kelangkaan beberapa kebutuhan bahan pangan rakyat. Terbaru rakyat dibuat susah dengan kelangkaan stok minyak goreng diberbagai tempat.
Ketua Badan Anggaran DPR, MH Said Abdullah mengatakan, berbagai kejadian kelangkaan kebutuhan bahan pangan pokok rakyat bukan sekedar urusan manajemen supply and demand yang kurang baik.
“Besar kemungkinan ada motif (mens rea) yang jahat untuk mendapatkan berbagai keuntungan dengan singkat, dan mengabaikan berbagai pertimbangan strategis menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya kita jumpai penimbunan minyak goreng lebih dari sejuta kilogram di Sumatera Utara,” kata Said dalam keterangannya, Senin 7 Maret.
Pemerintah, kata Said, memang telah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng ini, antara lain; memberikan subsidi, melakukan operasi pasar dan memberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk kelapa sawit yang menjadi bahan mentah minyak goreng sebesar 20 persen dari total ekspor, serta pengaturan Domestic Price Obligation (DPO) untuk pengaturan harga CPO didalam negeri. Pemerintah juga menerapkan harga tertinggi CPO sebesar Rp9.500 per kg atau dalam bentuk minyak Rp10.300 per kg.
“Di atas kertas harusnya dengan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah diatas kelangkaan minyak goreng bisa teratasi. Namun lapangannya berkata lain, kita masih menjumpai di sekumlah daerah kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga yang melampaui harga jual minyak goreng di atas Rp15 ribu. Aksi ambil untung ini terlihat mengabaikan kebijakan DPO,” tuturnya.
Lebih lanjut Said mengatakan, kejadian demi kejadian seolah tidak membuat kita mengambil hikmah, agar senantiasa terus menyempurnakan kebijakan dan tata kelola pangan nasional kita. Kedaulatan pangan adalah isu strategis yang kita letakkan dalam jalannya pemerintahan ini.
Mewujudkan kedaulatan pangan dan energi adalah salah satu pokok program utama Presiden Joko Widodo sejak tahun 2015. Namun upaya pemerintah ini seolah mendapat berbagai gangguan dari banyak pihak, terutama yang usahanya terganggu.
Tak kurang Presiden sendiri mengeluhkan lambatnya pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur. Atas arahan Megawati Soekarnoputeri, Ketua Umum PDI Perjuangan, agar seluruh petugas partai mendayagunakan kekuatan untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
“Atas arahan beliau, saya di Badan Anggaran DPR mendorong reorientasi kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk menopang kebijakan kedaulatan pangan. Tentu ini belum bisa menyelesaikan segalanya, sebab banyak sumber pangan kita rantai pasoknya dipenuhi oleh sektor swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri,” jelasnya.
Said pun berharap kelangkaan minyak goreng ini menjadi kisah terakhir, agar kejadian ini bisa menjadi turning point menyusun tata kelola pangan rakyat yang lebih welI organize.
“Untuk itu saya mengharapkan segenap pihak melakukan langkah langkah terpadu. Sebab tata kelola pangan rakyat membutuhkan kerjasama banyak pihak, bukan hanya pemerintah,” paparnya.
BACA JUGA:
Langkah kerjasama itu antara lain:
1. Pemerintah perlu menyusun peta jelan kebijakan pangan nasional secara akurat. Memitigasi berbagai sumber masalah atas tata kelola pangan rakyat yang selama ini terjadi, baik dari sisi hulu hingga hilir.
2. Pemerintah perlu membuat sistem logistik nasional yang terintegrasi, terkoneksi dengan berbagai pihak, baik di pusat maupun di daerah, dengan pendekatan lintas sektor. Dengan sistem ini kita senantiasa mendapatkan informasi terkini melalui dashboard sistem logistik nasional. Sistem harus mampu memberikan peringatan dini atas potensi persoalan rantai pasok pangan, termasuk berbagai praktik permainan dagang kotor, seperti praktik monopoli, kartel, dll. Pembangunan sistem logistik pangan ini sekaligus memudahkan pendataan bagi berbagai instansi untuk pajak, bea dan cukai, dll.
3. Pemerintah perlu menguatkan peran dan fungsi Badan Logistik. Intervensi Bulog terhadap pasar perlu terus diperkuat, sehingga Bulog dapat menjadi stabilisator yang efektif mengatasi berbagai hal menyangkut stok pangan rakyat. Penguatan Bulog ini dengan meningkatkan volume dan keragaman stok pangan strategis seperti beras, telor, minyak goreng, kedelai, garam, dll, yang tentu harus di topang pula dengan sistem pergudangan baik modern, dan kecepatan distribusi yang efisien.
4. Dalam rangka melakukan operasi pasar terkait penegakan hukum, pemerintah perlu melibatkan peran serta masyarakat luas. Keterbatasan aparatur sangat menguntungkan para pihak yang berburu rente dan spekulasi. Kementerian Perdagangan perlu meniru kepolisian dalam menjaga keamanan kampung dengan membentuk siskamling. Dalam hal pengawasan pangan rakyat, sangat baik bila Kementerian Perdagangan memiliki kekuatan rakyat yang terorganisir berperan serta aktif dalam pengawasan tata kelola pangan.
5. Kementerian Perdagangan perlu mengumumkan secara terbuka kepada publik perusahaan perusahaan yang tidak mematuhi DMO dan DPO kelapa sawit, dan melakukan penegakan hukum atas pelanggaran tersebut. Langkah tegas ini perlu diambil oleh pemerintah agar di kemudian hari tidak ada lagi perusahaan perusahaan yang bisa berada di atas pemerintah.
6. Karena tidak efektifnya kebijakan DMO dan DPO di lapangan, dan masih terus membumbung tinggi serta kelangkaan minyak goreng dibanyak daerah, pemerintah harus menghentikan sementara ekspor kelapa sawit setidaknya sebulan agar ada kepatuhan sejumlah produsen besar untuk memenuhi kebutuhan sawit domestik.
7. Pemerintah perlu terus mengembangkan diversifikasi pangan rakyat. Kasus kelangkaan minyak goreng ini menunjukkan minyak goreng dari sawit menjadi produk yang seolah tidak ada subtitusinya. Ketergantungan kita terhadap minyak goreng sawit sangat tinggi. Padahal kita juga mengenal virgin coconut oil (vco) atau minyak kelapa yang lebih sehat dari minyak sawit.
“Bahkan, kita sangat memungkinkan untuk mengurangi konsumsi minyak goreng. Kita mewarisi tradisi memasak dengan merebus dan membakar. Cara olahan makanan merebus dan membakar bahkan lebih sehat, dan rasanya lebih otentik. Kelompok kelompok masyarakat perlu terus mengembangkan tradisi memasak seperti ini. Industri juga dapat masuk untuk mengisi market dengan berbagai alat untuk merebus dan membakar bahan makanan dengan cara praktis,” pungkas Said.