Bagikan:

JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pengguna Elpiji 5,5 kilogram (Bright Gas) dan 12 kilogram untuk tidak beralih ke gas melon (Elpiji 3 kilogram). Sebab, gas melon memang hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin. Demikian disampaikan Ketua YLKI, Tulus Abadi, kepada media, Sabtu, 5 Maret.

“Karena itu, kami dari YLKI mengimbau agar masyarakat pengguna Elpiji non PSO untuk tidak melakukan migrasi. Hal itu melanggar hak pengguna Elpiji 3 kg. Karena sesuai aturan, gas melon memang hanya diperuntukkan untuk keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro,” ujar Tulus.

Tulus mengingatkan, jika masyarakat bermigrasi ke gas melon, maka akan mengurangi hak keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro. Pasalnya, pola distribusi gas melon sudah ditetapkan berdasarkan kuota. Dan kuota tersebut jumlahnya sudah ditetapkan sejak awal.

Karena itulah Tulus berpendapat, Pemerintah harus turun tangan. Dalam hal ini, Pemerintah bisa membuat sistem distribusi tertutup. Bukan terbuka seperti sekarang.

“Supaya tidak ada yang bermigrasi, karena pembeliannya benar-benar diawasi. Elpiji 3 kilogram hanya buat keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro. Dengan demikian, kuota aman dan sesuai dengan peruntukannya,” tutur Tulus.

Tulus berpendapat, edukasi bahwa yang berhak menggunakan gas melon adalah keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil dan ultra mikro adalah penting. Tetapi, lanjutnya, mengubah sistem distribusi menjadi tertutup juga penting agar kebocoran yang terjadi tidak semakin besar.

Di sisi lain, lanjut Tulus, YLKI juga memahami kenaikan harga Elpiji non PSO. Dalam hal ini, penyesuaian Bright Gas dan Elpiji 12 kilogram memang sepenuhnya kebijakan korporasi Pertamina yang tidak bisa diintervensi pihak lain. Terlebih dalam dua tahun terakhir, produk jenis tersebut memang sama sekali belum mengalami kenaikan. Padahal di sisi lain, harga gas dunia terus mengalami penyesuaian.

Meski begitu, Tulus meminta agar dampak dari kenaikan harga di masyarakat juga turut menjadi pertimbangan bagi PT Pertamina (persero). Salah satunya potensi migrasi pengguna dari gas Elpiji non PSO dan gas melon. Sebab, disparitas harganya memang menjadi sangat tinggi.

Selain itu, yang berbahaya adalah praktik pengoplosan, yaitu dari gas melon ke Elpiji kemasan 5,5 kilogram atau 12 kg. “Potensi praktik ini, perlu diantisipasi dengan seksama. Selain tindakan ilegal, juga sangat membahayakan masyarakat,” tegas Tulus.