Bagikan:

JAKARTA – Setelah negara-negara Barat memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, termasuk memblokir beberapa bank dari sistem pembayaran internasional SWIFT, harga minyak mentah melonjak dan rubel anjlok hampir 30 persen ke rekor terendah baru.

Permintaan aman mendorong imbal hasil obligasi bersama dengan dolar dan yen lebih tinggi, sementara euro merosot setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menempatkan angkatan bersenjata nuklir dalam siaga tinggi, sejak Minggu, 27 Februari.

Ketegangan konflik Rusia – Ukraina mengangkat kekhawatiran bahwa pasokan minyak dari produsen terbesar kedua di dunia itu dapat terganggu. Sehingga mengirim harga minyak mentah Brent berjangka melonjak 4,21 dolar AS atau 4,3 persen menjadi diperdagangkan di 102,14 dolar AS per barel.

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melambung 4,58 dolar AS atau 5,0 persen menjadi diperdagangkan di 96,17 dolar AS per barel.

Kyle Rodda, seorang analis pasar di IG Australia mengatakan, saham berjangka AS dan Eropa merosot, tetapi saham Asia-Pasifik sebagian besar lebih tinggi dalam perdagangan yang fluktuatif, didukung oleh kenaikan Wall Street pada Jumat, 25 Februari, ketika Indeks S&P 500 ditutup melonjak 2,51 persen.

"Kami memiliki banjir informasi yang sangat negatif selama akhir pekan," kata Rodda. "Perasaan saya adalah tidak akan ada banyak kekuatan bertahan di balik langkah khusus ini (di saham Asia-Pasifik), mengingat kita sedang berbicara tentang risiko stabilitas keuangan, dan ancaman perang nuklir."

"Volatilitas meningkat. Aksi harga sangat berombak." katanya.

Saham berjangka emini AS mengarah ke penurunan 1,57 persen saat dimulai kembali, sementara EURO STOXX 50 berjangka pan-Eropa kehilangan 2,83 persen.

Indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,48 persen, pulih dari kerugian sebelumnya. Indeks acuan Australia bertambah 0,64 persen setelah juga turun pada satu titik. Namun, indeks saham unggulan China (CSI300) tergelincir 0,21 persen. Indeks saham regional MSCI naik tipis 0,09 persen.

Sementara itu imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun turun sekitar 6 basis poin menjadi 1,92 persen, dan imbal hasil Australia yang setara juga turun sekitar 6 basis poin, menjadi 2,18 persen.

Euro turun 0,9 persen menjadi 1,1170 dolar dan 0,87 persen menjadi 129,065 yen, sedangkan dolar Australia dan Selandia Baru yang sensitif terhadap risiko masing-masing merosot 0,66 persen dan 0,76 persen.

Rubel jatuh 29,37 persen ke rekor terendah 119 per dolar.