JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai bahwa temuan dugaan penimbunan minyak goreng sebanyak 1,1 juta kilogram (kg) di Deli Serdang, Sumatera Utara semakin memperkuat adanya indikasi kartel penjualan komoditas tersebut.
Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan bahwa temuan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang diduga ditimbun pada gudang besar di Sumatera Utara sedang didalami. Sebab, hal ini terkait dengan dugaan adanya kartel minyak goreng di dalam negeri.
"Temuan tersebut semakin memperkuat indikasi kartel, karena itu bisa dimaknai bahwa perusahaan bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan menahan pasokan ke pasar. Dugaan kartel minyak goreng saat ini proses penyelidikannya sedang berjalan," katanya saat dihubungi VOI, Senin, 21 Februari.
Ukay mengatakan bahwa KPPU sudah mengalami dugaan kartel tersebut. Bahkan, ia menyebut penyelidikan indikasi kartel yang dilakukan oleh KPPU sudah sampai tahap pemanggilan 11 produsen minyak goreng untuk dimintai keterangan.
"Hingga kini, sudah 11 produsen minyak goreng dimintai keterangan, dan ini akan berlanjut pada produsen-produsen minyak goreng lainnya. Mulai pekan ini, KPPU juga sudah mengagendakan 4 peritel dan dua asosiasi ritel (modern dan pasar tradisional) untuk dimintai keterangan," ucapnya.
Namun sayang, Ukay enggan menyebutkan secara lebih rinci 11 produsen yang telah dipanggil tersebut. Hal ini karena penyelidikan terkait dugaan kartel minyak goreng masih berlangsung. Meski begitu, Ukay menekankan akan segera memanggil pelaku yang diduga menimbun minyak goreng tersebut.
"Terhadap pelaku penimbun pastinya akan dipanggil, juga pada pihak-pihak yang terkait dalam rantai produksi/distribusi minyak goreng, dari hulu hingga hilir," ucapnya.
Endus indikasi kartel
Sebelumnya, sejak pertengahan Januari KPPU sudah mulai mengendus adanya sinyal kartel dari masalah melonjaknya harga minyak goreng yang terjadi di pasaran. KPPU menduga para pengusaha besar yang menguasai pangsa pasar minyak goreng dalam negeri, mengatur kenaikan komoditas tersebut secara kebersamaan.
Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan minyak goreng di pasar relatif dinaikkan secara bersama-sama setelah peningkatan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Perilaku ini bisa dimaknai sebagai sinyal apakah ini terjadi kartel karena harta, tapi ini secara hukum harus dibuktikan," kayanya, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 20 Januari.
BACA JUGA:
Menurut Ukay, pasar industri minyak goreng di dalam negeri cenderung mengarah ke struktur yang oligopoli. Sebab, pangsa pasar di dalam negeri hanya dikuasai oleh empat perusahaan.
Berdasarkan data olahan KPPU ada sejumlah produsen minyak goreng yang memiliki pangsa pasar tertinggi. Terbesar memiliki pangsa 14 persen, 13,3 persen, 11 persen, dan 8,2 persen. Dari temuan tersebut, maka 46,5 persen rasio konsentrasi pangsa pasar dikuasai oleh empat perusahaan.
Ukay mengatakan bahwa meskipun saat ini banyak varian merek minyak goreng yang ditemukan di pasaran, namun produsennya relatif bersumber dari perusahaan yang sama. Karena itu, dia menilai bahwa produsen minyak goreng harus diperbanyak agar posisi daya tawar konsumen dan produsen relatif sama.
"Ini sudah domain pemerintah, KPPU hanya ikut mengawasi saja," katanya.
Selain itu, lanjut Ukay, dalam struktur industri, pemain besar minyak goreng diduga terintegrasi dengan kelompok usaha perkebunan kelapa sawit dan beberapa produk turunannya. Artinya, industri minyak goreng besar umumnya memiliki kebun sawit sendiri.
Lebih lanjut, menurut Ukay, peningkatan harga CPO semestinya tidak terlalu mempengaruhi fluktuasi harga minyak goreng dalam negeri.
"Tidak ada kenaikan ongkos produksi karena kebun milik sendiri. Jadi kalaupun CPO untuk produksi minyak tidak dinaikkan, pabrik minyak gorengnya akan tetap untung," ucapnya.