Bagikan:

JAKARTA - Kenaikan harga kacang kedelai impor sebagai bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe, memicu aksi mogok produksi dan dagang perajin tahu dan tempe di wilayah pulau Jawa. Jika harga kedelai tak kunjung mengalami penurunan, perajin bakal menaikkan harga jual tahu dan tempe sebesar 10 hingga 20 persen.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin meminta maaf kepada masyarakat pecinta tahu dan tempe jika harga di pasaran mengalami kenaikan. Ia menekankan, harga terpaksa naik lantaran harga bahan baku mengalami kenaikan.

Aip mengatakan bahwa saat ini harga rata-rata kedelai mencapai Rp11 hingga Rp11.500 per kilogram (Kg) di pulau Jawa. Sementara, harga mencapai Rp12.000 per Kg di Aceh, Kalimantan, atau Sulawesi.

"Kami dari perajin tempe tahu minta maaf kepada masyarakat pecinta tempe tahu karena ini terpaksa, terpaksa dan terpaksa kita ini. Jadi minta maaf," ucapnya saat dihubungi VOI, Jumat, 18 Februari.

Aip mencontohkan jika sebelumnya harga tempe sepotong telapak tangan atau 500 gram, berkisar Rp5 ribu sampai Rp6 ribu di pasaran. Maka akan mengalami kenaikan 10 atau 20 persen. Artinya dari Rp5 ribu naik menjadi Rp6 ribu.

Awalnya, Aip bercerita bahwa aksi mogok produksi dan dagang yang bakal diselenggarakan pada 21, 22 dan 23 Februari merupakan ujung dari keresahan yang dialami perajin tahu dan tempe sejak Desember 2021. Keresahan tersebut berangkat dari harga kedelai yang mengalami kenaikan setiap harinya.

Menurut Aip, sebelum memutuskan untuk melakukan aksi mogok produksi, pihaknya telah menjalankan berbagai usulan dari para anggota Gakoptindo. Di antaranya adalah mengadu kepada pemerintah, mengganti bahan baku dengan kedelai lokal hingga akhirnya berujung pada aksi mogok.

"Akhir 2021 Desember itu harga kedelai mulai naik dan naiknya tiap hari. Sehingga kita resah. Jadi beberapa daerah, kabupaten, kelompok (perajin) gimana ini, gimana ini, ada yang usul kita bilang ke pemerintah, ada yang bilang cari kedelai lokal, tapi tidak ada. Atau kita usul pemerintah bantu menaikkan harga (tahu tempe), atau minta subsidi, paling tidak terakhirnya mogok," ucapnya.

"Itu sejak Desember 2021. Suara anggota itu saya sampaikan ke pemerintah, namun ternyata dari pemerintah Desember, Januari, sekarang sudah pertengahan Februari action konkret di lapangan tidak ada," sambungnya.

Aip menilai bahwa pemerintah kurang menaruh perhatian kepada perajin tahu dan tempe. Hal ini lantaran masalah kenaikan harga bahan baku yakni kedelai terus terjadi berulang tiap tahun.

"Jadi kalau jujur dan lebih benar lagi kejadian naiknya kedelai ini berulang setiap tahun. Desember tahun lalu, sebelumnya, sebelumnya terus saja setiap tahun seperti ini. Perhatiannya (pemerintah) masih kurang," tuturnya.

"Sudah ada tanggapannya. Tapi solusinya belum jelas," sambungnya.