Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ternyata menjadi salah satu perusahaan yang mendapat bantuan finansial dari pemerintah berupa keringangan pajak.

Berdasarkan laporan tahunan Bank Mandiri, keringanan pajak yang dimaksud sesuai dengan Pasal 5 ayat 2 UU No.2 Tahun 2020. Beleid ini mengatur tentang penyesuaian tarif pajak penghasilan wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha.

Ada tiga syarat utama bagi wajib pajak yang bisa menerima keringanan pajak. Di antaranya berbentuk perseroan terbuka, jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada Bursa Efek di Indonesia paling sedikit 40 persen dan memenuhi persyaratan tertentu.

Jika memenuhi semua persyaratan itu, maka wajib pajak dapat memperoleh tarif sebesar 3 persen lebih rendah dari tarif sebesar 22 persen yang berlaku pada tahun 2021.

Mengacu laporan tahunannya, Bank Mandiri mengaku telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan insentif penurunan tarif pajak sebesar 3 persen tersebut.

"Sehingga untuk tahun 2021 Bank Mandiri menggunakan tarif pajak 19 persen dalam perhitungan PPh Badan," tulis Bank Mandiri dikutip Kamis, 17 Februari.

Jumlah PPh Badan Bank Mandiri tahun 2021 apabila dihitung dengan menggunakan tarif pajak sebesar 19 persen atau setelah mendapat keringanan pajak adalah Rp7,44 triliun. Sementara tanpa keringanan pajak 3 persen atau membayar tarif pajak 22 persen, Bank Mandiri harus membayar Rp8,61 triliun.

"Sehingga dalam hal ini Bank Mandiri mendapatkan insentif pajak sebesar Rp1,17 triliun," kata Bank Mandiri.

Adapun kebijakan pajak Bank Mandiri dan pelaksanaannya disetujui dan ditinjau oleh Direktur Keuangan dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Strategi dan pelaksanaan kewajiban pajak ini juga ditinjau setiap tahun oleh Direktur Keuangan.

Bank Mandiri pun memastikan senantiasa berusaha untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

Sebagai informasi, penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi kehidupan masyarakat yang sangat nyata terancam dengan merebak dan menyebarnya COVID-19, baik dari aspek keselamatan jiwa karena ancaman kesehatan dan keselamatan, maupun kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat.

Adapun seluruh kebijakan di dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, terutama kebijakan di bidang keuangan negara yang telah diimplementasikan saat ini, telah didasarkan pada asesmen dan menggunakan data faktual dampak ancaman COVID-19 bagi masyarakat dan negara.