Kepincut Bisnis Tambang Batu Bara, Perusahaan Milik Konglomerat Hary Tanoesoedibjo Ini Resmi Ganti Nama Jadi MNC Energy Investments
Konglomerat Hary Tanoesoedibjo. (Foto: Dok. MNC)

Bagikan:

JAKARTA - PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk (IATA) resmi berganti nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk. Perusahaan milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo ini sekaligus mengubah kegiatan usaha utamanya dari perusahaan pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara, menjadi bidang investasi dan perusahaan induk, khususnya di sektor pertambangan batubara. Perubahan ini dilakukan untuk memitigasi kerugian akibat pandemi COVID-19.

IATA mencatatkan pendapatan usaha sebesar 7,2 juta dolar AS di bulan September 2021, naik 15 persen dibanding 6,3 juta dolar AS pada bulan September 2020.

Akan tetapi, kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan berbagai beban usaha yang menghasilkan rugi bersih sebesar 4,7 juta dolar AS untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2021, naik 118 persen dibanding rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumya sebesar 2,1 juta dolar AS.

Mengingat industri penerbangan masih belum pulih, IATA meyakini ekspansi di bidang usaha baru menjadi solusi untuk memperbaiki nilai perusahaan. Memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batubara yang berkelanjutan dan permintaannya yang terus meningkat, IATA mengambil langkah strategis dengan merambah ke sektor energi, khususnya tambang batubara.

Pada hari ini, IATA telah menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dan menyetujui perubahan bisnis utama IATA, dari yang sebelumnya transportasi udara menjadi perusahaan investasi, dengan investasi pada unit-unit bisnisnya yang bergerak di bidang usaha pertambangan, infrastruktur, dan transportasi udara.

RUPSLB juga menyetujui pengalihan aset transportasi udara kepada salah satu anak usaha IATA yang dimiliki 99,99 persen yakni PT Indonesia Air Transport (IAT), yang juga telah mengantongi Sertifikat Operator Pesawat Udara dari Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dengan demikian, IAT resmi dapat menyelenggarakan angkutan udara niaga sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang berlaku.

Agar lebih merefleksikan kegiatan usaha dan memperkuat posisi perseroan dalam industrinya, pada kesempatan ini, PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk resmi berganti nama menjadi PT MNC Energy Investments Tbk.

Perseroan juga telah mendapat restu dari pemegang sahamnya untuk mengambil alih 99,33 persen saham PT Bhakti Coal Resources (BCR) dari PT MNC Investama Tbk (BHIT).

BCR merupakan perusahaan induk dari sembilan perusahaan batu bara dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang meliputi:

- PT Bhumi Sriwijaya Perdana Coal (BSPC) dan PT Putra Muba Coal (PMC), keduanya sudah beroperasi dan aktif menghasilkan batu bara dengan kisaran GAR 2.800 - 3.600 kkal/kg. Dengan total area seluas 9.813 ha, BSPC memiliki perkiraan total sumber daya 130,7 juta MT, sementara PMC memiliki 76,9 juta MT, dengan perkiraan total cadangan masing-masing sebesar 83,3 juta MT dan 54,8 juta MT.

- PT Indonesia Batu Prima Energi (IBPE) dan PT Arthaco Prima Energi (APE), keduanya ditargetkan untuk memulai produksi batubara dalam tahun ini. Ditambah lagi, PT Energi Inti Bara Pratama (EIBP), PT Sriwijaya Energi Persada (SEP), PT Titan Prawira Sriwijaya (TPS), PT Primaraya Energi (PE), dan PT Putra Mandiri Coal (PUMCO) yang sedang disiapkan untuk beroperasi dalam satu atau dua tahun dari sekarang. Tujuh IUP dengan luas 64.191 ha ini memiliki estimasi total sumber daya sebesar lebih dari 1,4 miliar MT.

Produksi BSPC dan PMC pada tahun 2021 mencapai 2,5 juta metrik ton, menghasilkan pendapatan sekitar 74,8 juta dolar AS dengan EBITDA 33 juta dolar AS.

Pada periode sembilan bulan hingga September 2021, BCR berhasil mencatatkan pendapatan sebesar 44,1 juta dolar AS dengan EBITDA senilai 20,4 juta dolar AS. Dengan asumsi akuisisi BCR oleh IATA terlaksana pada Januari 2021, laporan IATA untuk September 2021 akan menghasilkan pendapatan 51,4 juta dolar AS dengan EBITDA sebesar 20,4 juta dolar AS, daripada pendapatan sebesar 7,2 juta dolar AS dengan kerugian EBITDA 54,8 ribu dolar AS.

Laporan asumsi laba rugi tersebut akan jauh lebih baik lagi untuk periode tahunan 2021 dan pastinya akuisisi BCR dinilai sangat bermanfaat bagi IATA. Akuisisi BCR menjadi lebih menarik karena sembilan IUP milik BCR yang telah disebutkan sebelumnya akan diakuisisi dengan nilai 140 juta dolar AS, 23 persen lebih rendah dari valuasi BSPC dan PMC.

Pada 2022, BCR telah memperoleh izin untuk meningkatkan produksi hingga 8 juta metrik ton. Dengan estimasi harga batubara terus menguat dan target produksi tersebut tercapai, kinerja keuangan IATA tahun 2022 diperkirakan akan sangat baik, dengan ekspektasi peningkatan pendapatan hingga 3 kali lipat dari tahun 2021, setelah mengalami kerugian sejak tahun 2008

Prospek menjanjikan batubara

Sepanjang 2021 harga batu bara global terus merangkak naik. Bahkan memasuki semester kedua hingga menjelang akhir tahun, harga mineral ini melesat tinggi hingga menyentuh harga tertinggi sepanjang masa.

Lonjakan dipengaruhi berbagai aspek, terutama untuk memenuhi kebutuhan energi yang disebabkan oleh pembukaan kembali ekonomi pasca pandemi. Berbagai komplikasi tambahan seperti gangguan pasokan dan konflik antar negara, ditambah dengan permintaan yang untuk menyambut musim dingin serta banjir di provinsi Shanxi, pusat penambangan batu bara terbesar di China.

Tahun 2022, harga batu bara diprediksi akan terus melejit dampak permintaan yang tinggi dan pasokan yang terus menyusut. Kenaikan ini tentunya turut mendongkrak harga batubara nasional. Mengutip data International Energy Agency (IEA), Indonesia mengekspor sebanyak 455 juta ton batubara ke seluruh dunia pada 2019, dan bergerak menjadi 400 juta ton pada 2020 imbas pandemi COVID-19. Posisi tersebut menunjukkan Indonesia sebagai negara eksportir batu bara yang mendominasi di pasar global.

Sedangkan China menempati posisi teratas negara importir batu bara di dunia. Hubungan yang memburuk antara China dengan Australia membuat Indonesia kini jadi pemasok batu bara utama, di mana impor batu bara China dari Indonesia naik 60 persen sejak akhir November 2021, menurut data Bea Cukai China.

Dapat disimpulkan bahwa sepanjang batu bara masih menjadi sumber utama pembangkit listrik di berbagai negara, batu bara Indonesia akan terus menjadi primadona dunia.