Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah meresmikan pembangunan pabrik gasifikasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) menggantikan liquified petroleum gas (LPG) sebagai bahan bakar. Apa kelebihan DME dibanding LPG?

Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengungkapkan, salah satu keuntungan yang akan didapat Indonesia adalah mengurangi ketergantungan impor LPG dengan memanfaatkan batu bara di dalam negeri.

Tercatat, impor LPG di Indonesia mencapai Rp80 triliun dan masih disubsidi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp6 hingga Rp7 triliun per tahun.

"Keuntungan yang kita peroleh ya kita tidak lagi hanya tergantung pada impor LPG tapi kita sudah bisa memanfaatkan sumber daya yang ada," ujar Ahmad kepada VOI, Rabu, 26 Januari.

Selain itu, akan ada value added dari hilirisasi batu bara ini yakni tumbuhnya industri DME dalam negeri, terpenuhinya kebutuhan energi untuk rumah tangga dalam negeri, tambahan penerimaan negara dan penyerapan lapangan kerja yang tinggi. Proyek hilirisasi tersebut diperkirakan akan menghasilkan lapangan kerja baru sebanyak 12 hingga 13 ribu dari sisi konstruksi.

"Apabila pemerintah berkomitmen tinggi, transformasi ini bisa berlangsung cepat, mengingat upaya pengusahaan DME ini sudah dilakukan setahun lalu melalui PT Bukit Asam dan sudah pula diujicobakan di ratusan rumah tangga di Sumsel," lanjutnya.

Sementara itu Sekjen Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia alias Aspebindo Muhammad Arif mengungkapkan dengan adanya DME ini akan memaksimalkan penggunaan batu bara karena akan memanfaatkan batu bara berkalori rendah.

"Untuk ekspor batu bara biasanya negara seperti India, Vietnam dan China hanya meminta yang kalorinya medium sehingga untuk batu bara kalori rendah menjadi tantangan tersendiri karena tidak terserap di market,"ujarnya.

Proyek DME yang diresmikan groundbreaking-nya ini merupakan proyek senilai Rp 33 triliun yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat.

Proyek DME di Tanjung Enim ini rencananya beroperasi selama 20 tahun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.