JAKARTA – Krisis energi yang melanda Eropa semakin menegaskan bahwa kehidupan manusia cukup bergantung pada kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam. Ketika pasokan energi berkurang, maka dapat dipastikan kegiatan produktif terganggu.
Kondisi yang terjadi Benua Biru saat ini adalah contoh paling pas untuk menggambarkan nafsu konsumsi yang tidak sejalan dengan idealisme energi terbarukan.
Seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016-2019 Arcandra Tahar, ada tiga pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa turunnya energi listrik yang dibangkitkan oleh wind turbin di Eropa.
“Pertama, volatilitas dari energi yang dibangkitkan oleh wind turbin sangat tinggi. Akibatnya konsumen harus beradaptasi dengan ketidakpastian energi yang dibangkitkan oleh wind turbin di masa depan,” ujarnya melalui laman sosial pribadi @ @arcandra.tahar dikutip Minggu, 9 Januari.
Menurut dia, hal ini menimbulkan konsekuensi disaat energi yang dibangkitkan oleh wind turbin besar maka biaya listrik yang dibayar oleh konsumen bisa lebih murah. Sebaliknya konsumen akan membayar mahal apabila energi dari wind turbin sedikit.
“Pelajaran kedua, dengan volatilitas wind turbin yang sangat tinggi, maka kebutuhan akan baterai sebagai storage menjadi sangat penting,” tuturnya.
BACA JUGA:
Kata dia, disaat energi yang dibangkitkan berkurang maka baterai digunakan untuk menggantikannya. Sebaliknya pada saat energi yang dibangkitkan berlebih maka baterai akan menyimpan kelebihan energi tersebut.
Pelajaran ketiga adalah turunnya energi yang dibangkitkan oleh wind turbin terpaksa digantikan oleh energi fosil seperti gas dan batubara. Akibatnya, target untuk mempercepat net-zero emisi menjadi terganggu. Selain itu, konsumen juga harus rela untuk membayar mahal listrik yang dibangkitkan oleh energi fosil ini karena melambungnya harga LNG dan batubara tahun 2021.
“Kalau kita telaah lebih dalam lagi dan merenungkan apa yang terjadi di Eropa dengan krisis energinya, apa mungkin energi terbarukan terlalu maju mengambil alih peran energi fosil dalam masa transisi menuju net-zero emisi? Tentu kita sadar bahwa penggunaan energi terbarukan bukan untuk ditawar-tawar,” tutup Arcandra.