JAKARTA - Indonesia sudah memasuki masa politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Namun, permasalahan mengenai transisi energi juga belum sepenuhnya direalisasikan pemimpin negara di Tanah Air ini.
Oleh karena itu, generasi muda mendesak calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk berkomitmen menangani krisis iklim dan transisi energi yang bisa dimasukkan dalam visi misi mereka untuk segera direalisasikan.
Terkait hal tersebut, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, saat ini adalah momentum bagi ketiga kandidat potensial untuk memasukkan secara eksplisit program penanganan iklim, setidaknya sampai dengan 2029 mendatang.
Mengingat, pendaftaran capres dan cawapres 2024 telah berlangsung pada 19-25 Oktober 2023, sekaligus penyampaian visi misi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau sampai enggak ada yang bicara terkait masalah transisi energi terbarukan, saya agak ragu mereka punya komitmen serius untuk mengatasi masalah krisis iklim," ujarnya dalam media briefing di Jakarta, pada Kamis, 19 Oktober.
Bhima menambahkan, jika komitmen penangangan krisis iklim hanya disuarakan saat kampanye, akan sulit nantinya menagih janji kepedulian lingkungan kepada calon pemimpin negara berikutnya.
"Hasil studi Celios menunjukkan sebanyak 89 persen pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batubara, dan sebanyak 60 persen menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional," ujarnya.
BACA JUGA:
Pada kesempatan sama, Koordinator Climate Rangers Jakarta Ginanjar Ariyasuta menyebut, ketidakpastian penanganan krisis iklim dan transisi energi semakin kuat menjelang pemilu 2024.
"Tidak ada satupun capres yang memiliki komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi," ucapnya.
Oleh karena itu, muncul aksi serentak di berbagai kota di Indonesia untuk mendesak kandidat capres-cawapres memiliki komitmen yang serius terkait penanganan krisis iklim dan transisi energi, yaitu gerakan Power Up.
Adapun gerakan ini dilaksanakan serentak pada 29 Oktober 2023-4 November 2023 di beberapa kota di Indonesia dan dunia.
Untuk di Indonesia, para peserta akan menuju ke Kantor KPU Jakarta pada 3 November 2023 untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Power Up sendiri merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elite politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas.