JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menetapkan kebijakan baru bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi penerima alokasi Penyertaan Modal Negara atau PMN. Menurut Menkeu, langkah ini merupakan upaya pengelolaan PMN secara akuntabel dan transparan.
Nantinya, komitmen tersebut ditunjukkan melalui adanya Key Performance Indicator (KPI) yang dituangkan pada kontrak kinerja antara BUMN maupun lembaga penerima PMN dengan Kementerian terkait yang menaungi.
“Saya harap ini tidak hanya sekedar mencairkan dana, tetapi lebih merupakan sebuah awal dari kinerja BUMN-BUMN tersebut untuk bisa akuntabel menjalankan dan menggunakan dana masyarakat itu secara profesional dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujar dia dalam keterangan pers dikutip Jumat, 31 Desember.
Sebagai bendahara negara, Sri Mulyani mendorong terciptanya sebuah tradisi baru dengan tata kelola yang baik dan terus dimonitoring serta dievaluasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
“Ini merupakan suatu kontrak di depan para menteri yang memang akan ikut mengawasi bagaimana akuntabilitas dari penggunaan dana itu, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden di Istana,” tegasnya.
Sebagai informasi, KPI khusus PMN meliputi dua hal utama yaitu output dan outcome yang jelas serta memiliki sasaran yang benar-benar bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh semua stakeholders, utamanya masyarakat.
Kementerian Keuangan juga meminta agar BUMN dan lembaga penerima PMN untuk terus melakukan transformasi dan melakukan pembenahan di dalam dirinya masing-masing.
BACA JUGA:
PMN tersebut diharapkan dapat mendorong kemajuan bisnis BUMN yang bersangkutan, mendorong lebih cepat kemajuan perekonomian Indonesia dan pada akhirnya bisa memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Berikut adalah BUMN lembaga penerima PMN yang telah menandatangani KPI.
1. PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) Rp20 triliun
Memperbaiki struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas usaha PT BPUI (Persero) dalam rangka mendukung penguatan industri asuransi Indonesia termasuk penyelesaian polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang telah direstrukturisasi dan/atau dialihkan kepada PT Asuransi Jiwa IFG.
2. PT KAI Rp6,9 triliun
Kelanjutan penyelesaian proyek infrastruktur LRT Jabodebek dan lintasan pelayanan Jakarta-Padalarang-Bandung.
3. PT PLN Rp5 triliun
Pembiayaan belanja modal dalam proyek-proyek sektor transmisi dan distribusi, termasuk di dalamnya pelaksanaan program listrik desa Pembangkit Energi Baru Terbarukan & Penunjang Program Listrik Desa.
4. PT PAL Rp1,28 triliun
Penyiapan infrastruktur pembangunan dan pemeliharaan kapal selam dalam rangka meningkatkan penguasaan teknologi pembangunan kapal selam dari penguasaan pembangunan secara Joint Section menjadi secara Whole Local Production (WLP).
5. Bank Tanah Rp1 triliun
Pengadaan biaya Pengadaan Tanah, Pengembangan Tanah, Usaha, Sewa, Pembelian Aset Tetap, Biaya Pra Operasional dan Dana untuk Working Capital.
6. PT Pelindo Rp1,2 triliun
Pengembangan Pelabuhan Benoa.
7. PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Rp470 miliar
Pengembangan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung di Tana Mori, Labuan Bajo, NTT.